Memaknai Semangat Berkurban

Memaknai Semangat Berkurban

Kajati Jatim Dr. Mia Amiati, SH, MH, CMA, CSSL--

Mereka sangat senang ketika bisa menikmatinya. Oleh karena itu, demi mendapatkan daging kurban, banyak orang miskin yang rela antre berjam-jam, berdesak-desakan, bahkan pingsan karena bagi mereka nilainya sangat berharga.

 

Kurban merupakan bentuk empati terhadap kesulitan dan penderitaan orang lain. Oleh karena itu, sifat tersebut perlu ditumbuhkembangkan bagi seluruh insan Adhyaksa dalam kehidupan masyarakat, di tengah-tengah kondisi sosial yang semakin individualistis, hedonis, dan egois.

 

Keempat, menghilangkan sifat-sifat buruk manusia. Kurban melatih manusia untuk menghilangkan sifat-sifat buruk, seperti tamak, rakus, kikir, sombong, dan sebagainya. Melalui kurban, manusia mau membagikan sebagian harta yang dimilikinya kepada orang lain karena pada dasarnya harta yang dimilikinya adalah titipan Allah, bukan semata-mata hasil kerja kerasnya. Dan, sebenarnya harta yang dinikmatinya jauh lebih banyak daripada harta yang dibagikan kepada orang lain.

 

Harta yang dikurbankan akan mendapatkan keberkahan, dan Allah telah menjamin akan menggantinya dengan pahala yang berlipat ganda. Pahala daging, darah, dan bulu hewan yang dikurbankan akan terus mengalir bagi orang yang berkurban. Oleh karena itu, Islam sangat menganjurkan umatnya untuk berkurban

 

Demikian pula bagi seluruh Insan Adhyaksa, semangat berkurban yang dimaknai  untuk  menghilangkan sifat-sifat buruk manusia merupakan gambaran dari apa yang tertuang di dalam Doktrin Tri Krama Adhyaksa.

 

Bagaimana Keutamaan ibadah kurban?

 

Dari Aisyah RA, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tidak ada suatu amalan pun yang dilakukan oleh manusia pada Hari Raya Kurban yang lebih dicintai Allah SWT dari menyembelih hewan kurban. Sesungguhnya hewan kurban itu kelak pada hari kiamat akan datang beserta tanduk-tanduknya, bulu-bulunya dan kuku-kukunya. Dan sesungguhnya sebelum darah kurban itu menyentuh tanah, ia (pahalanya) telah diterima di sisi Allah, maka beruntunglah kalian semua dengan (pahala) kurban itu.” (HR Tirmidzi).

 

Sebagaimana kita ketahui, ibadah kurban hukumnya sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan). Bagi orang yang mampu melakukannya lalu ia meninggalkan hal itu, maka hukumnya makruh. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwa Nabi Muhammad SAW pernah berkurban dengan dua kambing kibasy yang sama-sama berwarna putih kehitam-hitaman dan bertanduk. Beliau sendiri yang menyembelih kurban tersebut, dan membacakan nama Allah serta bertakbir (waktu memotongnya).

Sumber: