Memaknai Semangat Berkurban

Memaknai Semangat Berkurban

Kajati Jatim Dr. Mia Amiati, SH, MH, CMA, CSSL--

 

Demi ketaatan dan kecintaannya kepada Allah SWT, Nabi Ibrahim AS rela mengorbankan anaknya Nabi Ismail AS. Rasa cinta kepada Allah mengalahkan rasa cintanya terhadap anak yang sangat disayanginya. Nabi Ismail AS dengan penuh keikhlasan mau disembelih oleh Nabi Ibrahim AS karena didasari oleh keyakinan bahwa apa yang dilakukan ayahnya tersebut atas perintah Allah SWT.

 

Dalam peristiwa kurban tersebut, menjelang Nabi Ibrahim menyembelih Nabi Ismail AS, setan terus menggoda keduanya agar membatalkan rencana tersebut, tetapi karena telah dilandasi oleh keimanan dan ketakwaan yang tinggi dan ingin mendekatkan diri kepada Allah SWT, maka godaan setan pun tidak mempan terhadap mereka berdua.

 

Bagi insan Adhyaksa, kurban menjadi sarana penghambaan seorang manusia kepada Sang Pencipta. Semakin dekat kepada Allah, maka keimanan dan ketakwaannya pun akan meningkat. Diharapkan dengan semangat berkurban tidak ada lagi para jaksa yang tergoda untuk keluar dari norma-norma hukum kepatutan yang menjadi rambu-rambu dalam pelaksanaan tugasnya.

 

Adapun harta yang dikurbankan dilandasi niat karena Allah, karena pada dasarnya semua harta yang dimiliki adalah titipan dari Allah SWT. Dan Allah akan memberikan pahala yang berlipat ganda bagi hamba-Nya yang berkurban.

 

Kedua, rela berkorban. Orang yang berkurban adalah simbol orang yang rela berkorban untuk orang lain. Dia mengorbankan harta yang dimiliki dan dicintainya semata-mata karena Allah. Tidak sedikit orang yang mampu berkurban, tetapi hatinya belum tergerak untuk berkurban. Hal ini disebabkan karena rasa cintanya yang berlebihan kepada harta yang dimilikinya, padahal harta tersebut pada hakikatnya adalah titipan dari Allah SWT.

 

Orang yang berkurban adalah cerminan dari seorang manusia yang mampu mengalahkan ego pribadinya untuk kepentingan orang lain. Orang yang berkurban adalah orang yang senang berbagi kebahagiaan kepada orang lain. Baginya, hakikat kebahagiaan adalah adalah jika mampu membahagiakan orang lain. Hal Ini sejalan dengan apa yang tertuang di dalam Tri Krama Adhyaksa.

 

Ketiga, meningkatkan solidaritas sosial. Kurban merupakan simbol solidaritas sosial, yaitu membantu sesama manusia. Daging kurban adalah berkah bagi orang yang tidak mampu. Bagi orang yang biasa makan daging, seonggok daging kurban mungkin tidak akan banyak berarti, tetapi bagi yang jarang makan daging, daging kurban merupakan menu istimewa, yang hanya dinikmati setahun sekali.

 

Sumber: