Penuntutan Pencuri Burung Langka di Situbondo Diambil Alih Kejati Jatim
Wakajati Jatim Saiful Bahri Siregar saat jumpa pers.-Jaka Santanu Wijaya-
SURABAYA, MEMORANDUM.CO.ID - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur mengambil alih penuntutan pidana kasus konservasi sumber daya alam hayati yang sebelumnya ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Situbondo. Bahkan, tuntutan yang telah disampaikan oleh jaksa di Kejari Situbondo dianulir.
BACA JUGA:Penguatan Pidsus Kejati Jatim, Jhon Franky Peraih Penghargaan Nasional Jabat Kasi Penyidikan
Wakil Ketua Kejati Jatim Saiful Bahri Siregar mengatakan pengambil alihan penuntutan tersebut dilakukan menyikapi maraknya pemberitaan di media sosial terkait penanganan perkara Masir alias Pak Sey yang didakwa melanggar hukum konservasi.

Mini Kidi--
"Per Kamis (18 Desember 2025), kasus tersebut telah kami ambil alih dari Kejari Situbondo," ujarnya saat ditemui awak media di Lobi Kejati Jatim.
Kasus ini bermula pada Rabu (23 Juli 2025) sekitar pukul 08.00 WIB, ketika terdakwa Masir berangkat dari rumahnya menuju Blok Widuri RPTN Balanan SPTNW I Bekol Taman Nasional Baluran, Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo. Ia mengendarai motor modifikasi merek KTM warna hitam tanpa nomor polisi dan membawa peralatan untuk menangkap burung cendet.
BACA JUGA:Kejati Jatim Periksa Kadishub dan Mantan Kadishub Jatim Terkait Dugaan Korupsi DABN
Tujuan Masir ke kawasan taman nasional adalah untuk mencari madu sekaligus menangkap burung cendet. Pukul 11.00 WIB, ia sampai di lokasi dan melakukan tindakan menangkap burung dengan cara mengolesi ranting pohon menggunakan getah, kemudian memasang umpan berupa jangkrik yang diikat pada lidi.
BACA JUGA:Kantongi Nama Tersangka, Kejati Jatim Gandeng PPATK Lacak Aliran Dana Dugaan Korupsi PT DABN
Setelah berhasil menangkap burung, Masir meletakkannya di dalam bubung/ketupat yang terbuat dari bambu dan daun kelapa. Ia berhasil menangkap sebanyak 5 ekor burung cendet (Lanius schach) dengan memasang jebakan di 3 titik berbeda di Blok Widuri RPTN Paleran SPTNW I Bekol Taman Nasional Baluran.
BACA JUGA:Kejati Jatim Tetapkan Dua Tersangka Baru Kasus Korupsi Besar di Dinas Pendidikan Jatim
Sekitar pukul 14.00 WIB, petugas patroli dari Pos Watunumpuk Taman Nasional Baluran yang terdiri dari Dani, Deta, Abdurokhman, Dedik Susanto, Samsul, Tolak, dan Fajri menemukan Masir sedang menangkap burung yang termasuk dalam kategori dilindungi.
BACA JUGA:Kejati Jatim Sita Rp 47 Miliar dan USD 421.046 dalam Kasus Korupsi Pelabuhan Probolinggo
Petugas segera menghentikannya dan melakukan pemeriksaan, menemukan 5 ekor burung cendet yang dibawa dalam wadah dari bambu, daun kelapa, dan jaring hitam.
BACA JUGA:Kejati Jatim Jebloskan Pejabat Pemkab Sumenep ke Bui Terkait Kasus Korupsi BSPS
Akibat tindakannya, Taman Nasional Baluran dinyatakan mengalami kerugian berupa kerusakan ekosistem yang tak ternilai harganya dari segi konservasi. Masir kemudian diamankan ke Polres Situbondo untuk proses hukum lebih lanjut.
BACA JUGA:Kejati Jatim Kawal Pembangunan Yonif 886 Tulungagung: Pastikan Lancar, Minimalkan Konflik
Setelah melalui serangkaian penyelidikan dan penyidikan, berkas perkara dinyatakan lengkap dan disidangkan. Pada Kamis (4 Desember 2025) sekitar pukul 11.00 WIB, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Situbondo menyatakan Masir bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 40 B ayat (2) huruf b Juncto Pasal 33 ayat (2) huruf g UU RI Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Dalam putusan awal tersebut, terdakwa dijatuhi pidana penjara selama 2 tahun. Namun, kasus ini kemudian menjadi sorotan publik dan viral di media sosial, yang akhirnya mendorong Kejati Jatim untuk mengambil langkah pengambil alihan penuntutan.
BACA JUGA:Polsek Gayungan Kerahkan Pasukan Gabungan Kawal Aksi FAAM di Kejati Jatim
Menurut Saiful Bahri Siregar, pengambil alihan penuntutan dilakukan dengan pertimbangan azas futuristik sehubungan dengan transisi berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional UU Nomor 1 Tahun 2023 yang akan berlaku mulai 02 Januari 2026, serta UU Penyesuaian Pidana yang telah disahkan oleh DPR pada tanggal 8 Desember 2025.
"Tujuan pengambil alihan adalah untuk meningkatkan efektifitas penegakkan hukum, melindungi hak asasi manusia, dan mengakomodasi perkembangan zaman. Termasuk menghilangkan pidana minimum khusus yang dirasakan tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat yang diatur dalam UU sektoral terkait konservasi SDA," jelasnya.
BACA JUGA:Polsek Gayungan Pimpin Apel Pengamanan Aksi Aliansi Madura Indonesia di Kejati Jatim
Ketika disinggung apakah pembatalan tuntutan awal disebabkan oleh tanggapan masyarakat, Saiful tidak menjawab secara detail. Ia hanya menegaskan bahwa pengambil alihan merupakan kewenangan Kejati sebagai pengendali penanganan perkara di wilayah hukum Jawa Timur.
"Kami mengambil alih karena tugas dan fungsi Kejati adalah melakukan kontrol terkait penanganan perkara. Tuntutan dari Kejari Situbondo akan kami ganti dengan tuntutan baru yang akan dibacakan hari ini. Kemungkinan ada perubahan, nantinya akan terlihat dari isi tuntutan yang disampaikan oleh JPU Kejati Jatim," ucapnya.
BACA JUGA:Kejati Jatim dan FK Unair Gelar Pemeriksaan Kesehatan Gratis untuk Aparatur
Saiful juga menambahkan bahwa meskipun hal ini merupakan langkah yang jarang dilakukan oleh Kejati Jatim, namun telah menjadi praktek di beberapa daerah di Indonesia sebagai bagian dari fungsi pengendalian perkara.
Sumber:

