Data Inspektorat Siskeudes Tampilkan Belasan Desa di Tulungagung Rawan Salah Gunakan Anggaran
Tranggono Dibyo.--
TULUNGAGUNG, MEMORANDUM.CO.ID - Berdasarkan data milik Inspektorat Kabupaten Tulungagung, pada tahun 2024, ada tiga desa di wilayahnya menjalani proses hukum karena menyalahgunakan penggunaan anggaran di desa.
Inspektur Inspektorat Kabupaten Tulungagung, Tranggono Dibyo mengungkapkan, jumlah tersebut meningkat jika dibandingkan tahun sebelumnya.
Oleh sebab itu pihaknya menggandeng Aparat Penegak Hukum (APH) untuk memberikan sosialisasi kepada kepala desa, bendahara desa, dan perangkat desa lainya agar tidak melakukan tindakan koruptif.
"Kalau dibandingkan tahun sebelumnya, ada peningkatan, ini yang kita ingin menjadi perhatian semuanya, bahwa ada peningkatan yang kita usahakan agar bisa dihentikan," ujarnya.
BACA JUGA:Pernah Gagal, Armada Water Supply Ditender Ulang dengan Anggaran Rp 1,6 Miliar
BACA JUGA:Stadion Gelora Delta Sidoarjo Berstandar FIFA, Direnovasi dengan Anggaran Rp 95 Miliar
Tranggono menyebut, secara umum perangkat desa di Tulungagung sudah memahami tentang aturan penggunaan anggaran di desa. Hal ini dibuktikan dengan pembuatan rencana anggaran belanja (RAB) dan penyelesaian laporan pertanggungjawaban (Lpj) yang dibuat setiap tahunnya.
Namun pihaknya mengakui, masih ada beberapa desa yang secara administratif perlu mendapatkan perhatian.
"257 desa secara umum sudah bisa semuanya, bisa membuat anggaran, namun dalam pelaksanaannya masih kita temukan pekerjaan tidak tepat waktu, kurang volume atau kualitas," urainya.
BACA JUGA:Alasan Pemprov Jatim Tambah Anggaran Fantastis: 2 RSUD Digerojok Rp 2,7 Triliun Lebih
Menurut Tranggono, salah satu upaya monitoring yang bisa dilakukan pihaknya terhadap kinerja pemdes adalah dengan melihat progres laporan setiap desa pada aplikasi Sistem Keuangan Desa (Siskeudes).
Hasilnya, dari 257 pemdes yang melaporkan penggunaan anggaran melalui Siskeudes, rata-rata setiap tahunnya masih didapati belasan desa yang perlu mendapatkan perhatian khusus, karena rawan melakukan penyalahgunaan anggaran.
Seperti pemdes yang terlambat melaporkan penggunaan anggaran di tahun sebelumnya, atau pemdes yang terlambat membuat RAB.
"Hasilnya bisa kita lihat mana desa yang rawan administrasi. Kalau korupsi itu setelah dilihat secara administratif. Misalnya ada desa yang terlambat membuat LPJ, atau terlambat membuat RAB, atau mereka kelihatan di Siskeudes, misal ada yang telat administrasi maka akan ada kecurigaan ada masalah di sana. Misal bikin LPJ sampai bulan Februari, apa emang belum dikerjakan atau sudah dikerjakan tapi belum dilaporkan. Titik rawan itu yang kita temukan, ada belasan desa," jelasnya.
Sumber: