Ghosting dan Blokir: Tren Modern Menghindari Tanggung Jawab Hukum di Era Digital

Ghosting dan Blokir: Tren Modern Menghindari Tanggung Jawab Hukum di Era Digital

Founder dan CEO top Legal Anis Tiana Pottag, S.H., M.H., M.Kn., M.M. --

Oleh: Anis Tiana Pottag, S.H., M.H., M.Kn., M.M.  

CEO & Founder TOP Legal

Komunikasi di era digital telah mengalami perubahan signifikan dengan kemudahan akses ke berbagai aplikasi dan platform.

Dengan hanya beberapa ketukan layar, interaksi yang sebelumnya harus dilakukan secara langsung kini dapat terjadi dengan cepat melalui media sosial dan aplikasi pesan seperti WhatsApp, Instagram, dan Telegram.

Keuntungan besar dari kemajuan teknologi ini adalah kemampuan untuk terhubung dengan orang lain di mana saja dan kapan saja, baik untuk urusan pribadi maupun profesional.

BACA JUGA:Cinta Dibalas Dusta: Akibat Hukum Manipulasi Status Perkawinan di Balik #SelingkuhItuIndah

Namun, di balik kemudahan ini, muncul tren baru yang kian populer namun memiliki dampak negatif yang besar, yaitu fenomena ghosting dan blokir.

Ghosting terjadi ketika seseorang secara tiba-tiba menghilang dan memutuskan komunikasi tanpa peringatan atau penjelasan.

Sementara itu, blokir merujuk pada tindakan memutus akses komunikasi melalui media sosial atau aplikasi pesan, sehingga orang lain tidak bisa lagi menghubungi pelaku.

Fenomena ini sering kali terjadi dalam hubungan pribadi seperti pertemanan, pacaran, atau bahkan pernikahan. Selain itu, ghosting dan blokir juga kerap ditemukan dalam dunia bisnis, di mana salah satu pihak tiba-tiba menghilang setelah perjanjian atau transaksi tertentu tanpa memenuhi kewajibannya.

BACA JUGA:Marriage Is Scary: Menghadapi Ketakutan dengan Memahami Perlindungan Hukum dalam Perkawinan

Meskipun ghosting dan blokir sering dianggap sebagai masalah emosional atau sosial, kenyataannya tindakan ini dapat memiliki dampak hukum yang signifikan. Dalam hubungan bisnis, ketika salah satu pihak menghilang setelah kesepakatan atau transaksi bisnis tanpa menyelesaikan kewajiban yang telah disepakati, hal ini bisa dianggap sebagai pelanggaran hukum.

Demikian pula, dalam hubungan pribadi, terutama yang melibatkan kewajiban finansial atau tanggung jawab lainnya, ghosting dapat merugikan pihak yang ditinggalkan secara material dan moral. Oleh karena itu, fenomena ghosting dan blokir tidak hanya merusak hubungan secara sosial, tetapi juga dapat menimbulkan konsekuensi hukum.

Dalam artikel ini, kita akan membahas bagaimana ghosting dan blokir dapat berakibat pada ranah hukum di Indonesia, serta bagaimana korban dapat menuntut haknya berdasarkan peraturan yang berlaku.

Sumber: