Ghosting dan Blokir: Tren Modern Menghindari Tanggung Jawab Hukum di Era Digital

Ghosting dan Blokir: Tren Modern Menghindari Tanggung Jawab Hukum di Era Digital

Founder dan CEO top Legal Anis Tiana Pottag, S.H., M.H., M.Kn., M.M. --

Kita akan melihat berbagai konteks di mana ghosting terjadi, baik dalam bisnis maupun hubungan pribadi, serta peraturan hukum yang bisa diterapkan untuk melindungi pihak yang dirugikan.

BACA JUGA:I Love the Way You Lie: Analisis Hukum di Balik Kebohongan dan Manipulasi dalam Toxic Relationship

Ghosting dan Blokir dalam Dunia Bisnis: Pelanggaran Itikad Baik, Wanprestasi, dan indikasi adanya tidak Penipuan

Dalam dunia bisnis, hubungan profesional yang kuat dan saling percaya menjadi fondasi utama dalam menjalankan bisnis bersama.

Ketika para pihak sepakat untuk mendirikan perusahaan, setiap pihak memiliki tanggung jawab dan kewajiban yang harus dipenuhi sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat.

Namun, seringkali muncul masalah ketika salah satu pihak tiba-tiba memutuskan untuk menghilang tanpa penjelasan (ghosting) atau memutus akses komunikasi (blokir). Tindakan ini tidak hanya merusak hubungan bisnis, tetapi juga dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum serius.

Dalam konteks ini, Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) menegaskan bahwa setiap perjanjian yang dibuat secara sah harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Jika salah satu pihak yang terlibat dalam kesepakatan bisnis tiba-tiba pergi dan memblokir akses komunikasi tanpa menyelesaikan kewajiban, tindakan ini dapat dianggap sebagai pelanggaran itikad baik dan wanprestasi.

Misalkan dua orang sepakat untuk mendirikan sebuah perusahaan bersama. Mereka menandatangani perjanjian kerja sama, di mana masing-masing pihak memiliki peran dan tanggung jawab tertentu.

Pihak pertama bertanggung jawab menyediakan modal finansial, sedangkan pihak kedua bertanggung jawab atas operasional, termasuk mencari klien dan mengelola produksi. Setelah beberapa waktu, perusahaan mulai berkembang, dan berbagai kesepakatan bisnis telah berhasil dibuat.

BACA JUGA:Sportainment Indonesia: Transformasi Hukum dan Peluang Bisnis di Era Kemerdekaan Ke-79

Namun, di tengah kesuksesan awal tersebut, pihak kedua (yang bertanggung jawab atas operasional) tiba-tiba menghilang.

Dia tidak hanya berhenti terlibat dalam operasional perusahaan, tetapi juga memblokir semua akses komunikasi dengan pihak pertama, termasuk email, telepon, dan akun media sosial.

Pihak pertama yang masih menjalankan perusahaan tidak dapat menghubungi pihak kedua, meskipun ada banyak kewajiban yang belum terselesaikan, termasuk kesepakatan dengan klien dan pembayaran kepada pemasok. Kondisi ini menyebabkan kerugian besar bagi perusahaan, baik secara finansial maupun reputasi.

Dalam situasi ini, pihak yang menghilang telah melakukan wanprestasi, sebagaimana diatur dalam Pasal 1243 KUHPerdata.

Sumber: