umrah expo

Warga RT 02/RW 03 Dukuh Karangan Tolak Pembangunan Gedung Lima Lantai: Khawatir Longsor

Warga RT 02/RW 03 Dukuh Karangan Tolak Pembangunan Gedung Lima Lantai: Khawatir Longsor

Rapat dengar pendapat yang digelar Komisi C DPRD Surabaya dengan dihadiri warga Karangan dan sejumlah OPD terkait. -Arif Alfiansyah-

SURABAYA, MEMORANDUM.CO.ID - Warga RT 02/RW 03 Dukuh Karangan, Kelurahan Babatan, Kecamatan Wiyung, menyuarakan penolakan terhadap rencana pembangunan gedung lima lantai oleh PT Bangun Usaha Mandiri (BUM) atau yang dikenal juga sebagai PT Biru Semesta Abadi.

BACA JUGA:Protes Penghuni Apartemen Cito Memanas: Izin RS Siloam Dipertanyakan DPRD Surabaya 

Protes utama warga berfokus pada tuntutan agar perusahaan tidak membangun basement dan tidak menggunakan akses jalan kampung untuk operasional proyek.


Mini Kidi-- 

Kekhawatiran akan potensi longsor menjadi salah satu alasan utama penolakan, ditambah dengan dugaan kejanggalan dalam proses persetujuan yang melibatkan warga dari area atau radius yang lebih jauh.

Anjar Setiasa, salah seorang warga RT 02/RW 03 Dukuh Karangan yang rumahnya terdampak langsung, mengungkapkan keheranannya terkait proses persetujuan.

BACA JUGA:Warga Gembong Sawah Protes Pemasangan Tiang Ilegal Provider Internet di Wilayahnya 

"Seharusnya yang terdampak itu hanya satu RT, tapi di perjanjian itu ada 12 RT yang menyetujui," ujarnya usai hearing di Komisi C DPRD Surabaya.

Ia menambahkan bahwa radius persetujuan tersebut diduga mencapai lebih dari 500 meter dari lokasi proyek.

BACA JUGA:Kemacetan Akibat Pisang Keju Viral di Dharmahusada II, Warga Protes Parkir Sembarangan 

"Jadi ada beberapa yang sudah mendapatkan kompensasi, tapi kita warga yang paling terdampak masih menolak," tegas Anjar.

Menurut Anjar, jarak rumah warga yang paling terdampak dengan lokasi proyek hanya berkisar antara 2 hingga 3 meter. Setidaknya terdapat 7 hingga 10 kepala keluarga (KK) yang berada di ring terdekat ini.

BACA JUGA:Buntut Polemik Service Charge, 300 KK di Apartemen Bale Hinggil Protes Pemutusan Listrik dan Air  

Permasalahan ini, lanjutnya, telah bergulir sejak dua tahun lalu ketika rencana pembangunan basement di Jalan Karangan mulai mencuat.

"Ketakutan kita warga sekitar itu kan kita takutkan ada longsor. Kita nggak mau insiden tanah ambles seperti di Gubeng terulang kembali," ungkap Anjar.

BACA JUGA:Rencana Pembangunan RS Siloam di Eks UPB Diprotes, Warga Minta Amdal Lengkap 

Penolakan ini tidak hanya datang dari warga perorangan. Pihak Yayasan Darul Aitam yang berlokasi di sekitar proyek juga menyatakan keberatan dan ketakutan serupa.

"Harapannya kalau dari warga itu tidak ada pembangunan basement. Kemudian aturan itu harus dijalankan sesuai dengan prosedur peraturan," tutur Anjar mengenai tuntutan warga.

Selain kekhawatiran akan dampak struktural, warga juga telah merasakan berbagai dampak negatif selama proses pra-konstruksi. Anjar menyebutkan beberapa keluhan, di antaranya suara mesin proyek yang tidak pernah dimatikan bahkan saat waktu azan salat.

BACA JUGA:Diprotes Elemen Masyarakat, Lurah Bulak Banteng Surabaya Sebut Belum Tunjuk Pelaksana Proyek 

"Kemudian beberapa kali ada luberan tanah ke jalan. Lumpur juga ke jalan. Apalagi ketika hujan itu air sampai menggenang sampai ke jalan," keluhnya.

Lebih lanjut, lalu lalang truk-truk besar yang masuk ke jalan kampung menjadi sorotan utama terkait keselamatan warga, terutama anak-anak kecil dan anak-anak yatim piatu yang kerap beraktivitas di sekitar area tersebut.

Informasi yang diterima warga menyebutkan bahwa bangunan tersebut rencananya akan memiliki enam lantai dan satu basement. PT Biru Semesta Abadi sendiri diketahui bergerak di bidang usaha isi ulang air.

BACA JUGA:Protes Soal Pj Kepala Daerah, DPRD Jatim Minta Kemendagri Lebih Bijak 

Anjar juga menyoroti dugaan bahwa warga yang menyetujui pembangunan adalah mereka yang tidak merasakan dampak langsung.

"Kalau menurut saya itu sebenarnya gini, warga-warga yang menyetujui itu warga yang tidak terdampak langsung oleh proses pembangunan tersebut," jelasnya.

Ia mengaku heran dengan langkah Ketua RT dan RW setempat yang seolah mengabaikan suara warga terdampak langsung.

"Karena yang terdampak itu kita nggak setuju, kok tiba-tiba ada persetujuan. Termasuk nama yayasan juga masuk dalam persetujuan itu, padahal pihak Yayasan pun tidak pernah melakukan persetujuan apapun," pungkasnya. (alf)

Sumber:

Berita Terkait