umrah expo

Layanan Kedaruratan Surabaya di Tepi Kota Dikeluhkan, DPRD Desak Penambahan Posko dan Integrasi Menyeluruh

Layanan Kedaruratan Surabaya di Tepi Kota Dikeluhkan, DPRD Desak Penambahan Posko dan Integrasi Menyeluruh

Ketua Komisi D DPRD Kota Surabaya dr Akmarawita Kadir. -Arif Alfiansyah-

SURABAYA, MEMORANDUM.CO.ID - Warga di kawasan pinggiran Kota Surabaya menyuarakan keprihatinan atas layanan kedaruratan yang dinilai kurang merata dan lamban.

BACA JUGA:Miris, Warga Surabaya Diduga Meninggal Usai Dipingpong, DPRD Dorong Pemkot Tingkatkan Layanan Kedaruratan 

Keluhan seperti permintaan untuk menunggu hingga satu jam menjadi catatan evaluasi serius bagi Pemerintah Kota Surabaya dalam menyelenggarakan layanan kesehatan yang responsif bagi seluruh warganya.


Mini Kidi-- 

Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi D DPRD Kota Surabaya, dr Akmarawita Kadir, mengakui adanya ketimpangan dalam jangkauan layanan Tim Gerak Cepat (TGC). Menurutnya, jumlah posko yang ada saat ini belum mampu mengkaver seluruh wilayah kota pahlawan secara optimal.

"Memang untuk pelayanan darurat kesehatan itu sudah ada Tim Gerak Cepat atau TGC. Namun, jumlahnya yang saat ini hanya tujuh posko masih dirasa kurang, terutama di daerah-daerah barat," ujar Akmar, Senin 7 Juli 2025.

BACA JUGA:BPJS Non-Aktif Bisa Langsung Diurus di RS saat Gawat Darurat, Ditolak! DPRD Surabaya Buka Pintu Laporan Warga 

Untuk mengatasi kesenjangan ini, Komisi D mendorong penambahan tiga posko baru yang akan difokuskan di wilayah barat Surabaya serta satu posko tambahan di pusat kota.

"Sehingga nanti mempermudah geraknya, time responsnya jadi lebih cepat lagi," tegasnya.

BACA JUGA:Dinkes Surabaya Pastikan Tak Ada Pembiaran Pasien Gawat Darurat di Puskesmas Dupak 

Lebih lanjut, Akmar menyoroti masalah sistem rujukan yang kerap membuat tim TGC di lapangan kebingungan. Untuk itu, ia mengusulkan sebuah sistem terintegrasi yang melibatkan seluruh rumah sakit di Surabaya, baik milik pemerintah maupun swasta.

Menurutnya, ide kerja sama ini sejalan dengan peraturan yang mewajibkan semua rumah sakit untuk menerima pasien dalam kondisi darurat, terlebih mayoritas warga Surabaya telah tercover oleh jaminan kesehatan nasional (JKN) melalui program universal health coverage (UHC).

BACA JUGA:BPJS Kesehatan Surabaya Jamin Layanan Bagi Peserta JKN, Termasuk di RS Non-Mitra Saat Darurat 

"Kalau BPJS itu, baik swasta maupun negeri, rumah sakit wajib menerima yang darurat. Kalau ada rumah sakit yang menolak, itu bisa kena pidana," tegasnya.

Namun, kerja sama ini tidak hanya sebatas pada kesediaan menerima pasien. Ia menekankan pentingnya pemetaan fasilitas di setiap rumah sakit.

"Kerja sama itu harus juga mengenai fasilitas yang ada, jumlah dokter, ketersediaan ICU. Jadi ketika pasien tiba, sudah stand by dan tidak perlu dipindah-pindah lagi karena fasilitas tidak memadai. Ini kan juga makan waktu," paparnya.

BACA JUGA:Gojek Berikan Pelatihan Pertolongan Pertama Gawat Darurat untuk Team URC Gojek Jawa Timur 

Oleh karena itu, Komisi D mendesak agar sistem terintegrasi ini dituangkan dalam standar operasional prosedur (SOP) yang baku dan akan dievaluasi secara berkala.

Persoalan lain yang mengemuka adalah operasional puskesmas 24 jam yang masih terkendala oleh keterbatasan sumber daya manusia (SDM). Pelibatan tenaga medis puskesmas dalam tim TGC dinilai mengganggu pelayanan primer di puskesmas itu sendiri.

"Jumlah SDM, terutama di puskesmas yang tidak rawat inap, sangat terbatas. Ketika dokter dan perawatnya masuk dalam TGC, otomatis akan mengurangi pelayanan di situ, bahkan akan mengganggu ketika banyak panggilan darurat," ungkapnya.

Sebagai solusi jangka panjang, Komisi D telah mengusulkan adanya penambahan SDM, baik perawat maupun dokter, yang didedikasikan khusus untuk memperkuat Tim Gerak Cepat.

"Sehingga puskesmas yang sesuai Perwali buka 24 jam itu bisa fokus penuh untuk mengelola pelayanan 24 jamnya," tutupnya. (alf)

Sumber:

Berita Terkait