Dalam konteks hukum, "selingkuh" lebih dekat dengan tindakan perzinaan, yang diatur dalam KUHP. Pasal 284 KUHP menjelaskan tindakan zina sebagai hubungan seksual yang dilakukan oleh seseorang yang telah menikah dengan orang yang bukan pasangannya.
BACA JUGA:Pernah Dengar Klien Minta Konten Dihapus? Ini Solusi Jitu untuk MUA!
Perzinaan dalam KUHP (Pasal 284 KUHP)
Pasal 284 KUHP mengatur tentang perzinaan sebagai berikut:
• Perzinaan terjadi apabila:
1. Salah satu pihak dalam hubungan perzinaan (perselingkuhan) telah menikah (baik pria atau wanita).
2. Tindakan tersebut dilakukan dengan orang lain yang bukan pasangan sah mereka.
Pasal ini menyatakan bahwa seseorang yang telah menikah dan melakukan hubungan seksual dengan orang lain yang bukan pasangannya dapat dipidana dengan hukuman penjara maksimal 9 bulan. Pasal ini juga berlaku bagi orang yang berselingkuh dengan seseorang yang telah menikah.
Pasal 284 KUHP berbunyi sebagai berikut:
*"Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:
1. a. Seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (zina), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya. b. Seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak (zina), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya.
2. Begitu juga orang yang turut melakukan perbuatan itu, padahal diketahui bahwa orang lain dengan siapa perbuatan itu dilakukan telah kawin."*
Catatan penting: Perzinaan menurut Pasal 284 KUHP hanya dapat diproses secara hukum apabila ada laporan dari pasangan sah yang merasa dirugikan (misalnya suami atau istri yang melaporkan pasangannya). Artinya, pasal ini termasuk delik aduan, di mana penegakan hukumnya hanya berlaku setelah ada pengaduan dari pasangan yang merasa dikhianati.
Selingkuh dalam Konteks UU Perkawinan
Dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, "selingkuh" juga tidak disebut secara eksplisit, namun tindakan perselingkuhan dianggap sebagai pelanggaran kewajiban perkawinan yang bisa dijadikan dasar untuk perceraian. Dalam Pasal 39 Ayat 2 UU Perkawinan, dinyatakan bahwa perceraian dapat terjadi apabila ada alasan kuat bahwa antara suami dan istri tidak dapat hidup rukun sebagai suami istri. Salah satu alasan yang diakui untuk perceraian adalah perselingkuhan.
Pasal 39 Ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 1974 menyebutkan alasan perceraian, antara lain: