Cinta Dibalas Dusta: Akibat Hukum Manipulasi Status Perkawinan di Balik #SelingkuhItuIndah

Sabtu 07-09-2024,20:54 WIB
Reporter : Anis Tiana Pottag, S.H., M.H.,
Editor : Eko Yudiono

A. Gugatan Perceraian dan Pembagian Harta (Pasal 37 UU Perkawinan)

Pasangan sah yang dirugikan berhak mengajukan gugatan perceraian berdasarkan pelanggaran kewajiban perkawinan, sebagaimana diatur dalam Pasal 37 UU Perkawinan. Mereka juga berhak menuntut pembagian harta bersama jika pernikahan berakhir akibat kebohongan pelaku.

Dalam proses perceraian, pengadilan akan mempertimbangkan kontribusi masing-masing pihak dan membagi harta secara adil. Ini memberikan perlindungan hukum bagi pasangan sah yang dirugikan oleh tindakan pelaku.

B. Hak Asuh Anak

Selain pembagian harta, pasangan sah juga berhak mengajukan tuntutan hak asuh anak. Pengadilan akan mempertimbangkan kepentingan terbaik anak dalam menentukan hak asuh. Jika pasangan sah dapat membuktikan bahwa pelaku tidak bertanggung jawab sebagai orang tua, hal ini dapat memperkuat posisi mereka dalam memperoleh hak asuh.

C. Gugatan Ganti Rugi

Pasangan sah juga dapat mengajukan gugatan ganti rugi atas kerugian finansial dan emosional yang mereka alami. Kebohongan yang menyebabkan kerusakan emosional, merusak pernikahan, dan menyebabkan kerugian finansial dapat menjadi dasar untuk meminta kompensasi dari pelaku.

4. Tanggung Jawab Terhadap Anak

Pasal 41 UU Perkawinan menegaskan bahwa meskipun pelaku berbohong tentang status perkawinannya, mereka tetap memiliki kewajiban hukum terhadap anak-anak dari pernikahan tersebut. Ini termasuk kewajiban untuk memberikan nafkah dan pendidikan yang layak kepada anak-anak, meskipun perceraian atau kebohongan terjadi.

Selain itu, Pasal 77 UU Perlindungan Anak mengatur bahwa jika pelaku mengabaikan hak-hak anak atau menyembunyikan anak dari hubungan barunya, pelaku dapat dikenai sanksi pidana. Pelaku yang terbukti mengabaikan atau tidak mengakui anaknya bisa dikenai hukuman penjara hingga lima tahun dan denda maksimal Rp100.000.000.

Kesimpulan

Kebohongan tentang status perkawinan membawa dampak hukum yang sangat serius bagi semua pihak yang terlibat. Pelaku yang menyembunyikan status perkawinannya dapat dijerat dengan pasal-pasal terkait penipuan dan pemalsuan dokumen, serta tetap memiliki kewajiban hukum terhadap anak-anak dari pernikahan sebelumnya. Korban kebohongan berhak meminta pembatalan pernikahan dan menuntut ganti rugi atas kerugian finansial maupun emosional yang mereka alami. Pasangan sah yang dikhianati berhak meminta pembagian harta bersama, hak asuh anak, serta kompensasi atas kerugian yang mereka derita.

Baik korban yang sudah menikah maupun yang belum menikah tetap memiliki hak untuk menuntut keadilan dan ganti rugi sesuai dengan kerugian yang dialami. Hukum Indonesia memberikan perlindungan kuat bagi semua pihak yang dirugikan oleh kebohongan status perkawinan, memastikan keadilan ditegakkan dan memberikan jalur hukum bagi korban untuk memulihkan hidup mereka setelah dikhianati.

Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal sedang terjebak dalam hubungan yang penuh kebohongan dan manipulasi terkait status perkawinan, penting untuk mengetahui bahwa Anda tidak sendirian. Ada jalur hukum yang bisa melindungi Anda dan memberikan keadilan. Jangan ragu untuk mencari bantuan dan perlindungan hukum. Untuk konsultasi lebih lanjut, Anda dapat menghubungi 0811 2233 6666 atau mengunjungi www.toplegal.id. Tim profesional kami siap membantu Anda menegakkan keadilan dan melindungi hak-hak Anda.

 

 

Kategori :