Waspada Berita Hoax
Pemimpin redaksi Sujatmiko S.Sos--
Dekatnya Pemilu 2024 semakin menambah gencarnya informasi dari partai politik dan relawan pengusung pasangan calon presiden-wakil presiden (capres-cawapres), yang mempromosikan keunggulan partai politik mereka.
Mereka memberikan informasi yang diyakini sebagai pemilihan yang tepat. Saat menyampaikan informasi semacam ini, penting untuk menjaga keseimbangan dan menghindari tendensi yang dapat mengganggu kenyamanan masyarakat. Semua informasi yang disajikan dengan jelas dan tanpa tendensi akan disambut dengan baik oleh masyarakat.
Namun, di tengah kelimpahan informasi tersebut, muncul pula informasi hoax yang berpotensi memecah belah kesatuan bangsa. Pertanyaannya, siapa yang memulai penyebaran informasi hoax , dan siapa yang dapat mengakhiri penyebarannya tanpa meresponsnya?
BACA JUGA:Kami Ada Karena Pembaca
Ketika kita terpapar oleh kabar hoax yang sengaja diproduksi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, kita menjadi rentan terhadap ancaman yang dapat merugikan.
BACA JUGA:Garuda Muda dan Heroik Arek Suroboyo
Terkadang, tanpa sepenuhnya memahami konten informasi, kita turut menyebarkan hoax tersebut melalui grup WhatsApp (WAG). Ini seringkali menyebabkan munculnya kabar-kabar yang keliru, memberi kesan bahwa sesuatu yang signifikan sedang terjadi.
BACA JUGA:Kejutan, atau Malah Terkejut
Penting bagi peserta media sosial untuk memahami bahwa menyebarkan informasi tanpa verifikasi dapat merugikan masyarakat.
Herwyn JH Malonda, Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), memprediksi bahwa puncak penyebaran hoax di media sosial akan terjadi pada bulan Februari 2024, mengingat fenomena serupa yang terjadi pada 2019 di mana puncak hoax terjadi menjelang tahapan Pemungutan Suara.
Terkait dengan isu informasi negatif, tren hoax dan berita palsu dapat meningkat. Berdasarkan pengalaman tahun 2019, puncak penyebaran hoax terjadi menjelang pemungutan suara, dan kemungkinan besar hal serupa akan terjadi pada akhir November 2023 hingga awal Februari 2024, menjelang tahapan pemungutan suara.
Diperlukan langkah antisipatif untuk mengatasi dampaknya pada Pemilu, seperti peningkatan polarisasi di masyarakat, ketidakpercayaan pada penyelenggara Pemilu, dan potensi munculnya kekerasan.
Partai politik dan calon presiden-wakil presiden perlu saling memahami bahwa Pemilu adalah kompetisi demokratisasi, di mana rakyatlah yang menentukan siapa yang akan menang.(*)
Sumber: