Amarah Masyarakat Jember Tuntut Bebaskan 7 Demonstran, Sebut Dakwaan Cacat Hukum dan Kriminalisasi Politik
Mahasiswa yang tergabung Amarah Masyarakat Jember (AMJ), Abdul Aziz Al Fazri, bacakan tuntutan.--
JEMBER, MEMORANDUM.CO.ID - Kebebasan berpendapat adalah fondasi utama demokrasi dan dijamin oleh Konstitusi Negara Republik Indonesia sebagai hak asasi manusia. Namun, kasus penangkapan dan penahanan terhadap sejumlah demonstran pasca-aksi di Jember pada 30 Agustus 2025 dinilai sebagai ancaman serius bagi kebebasan sipil.
Korlap Amarah Masyarakat Jember (AMJ), Abdul Aziz Al Fazri, dalam rilis tertulisnya menyampaikan bahwa segala bentuk represi dan kriminalisasi terhadap ekspresi politik warga negara mencerminkan kemunduran dalam praktik demokrasi dan prinsip negara hukum.
BACA JUGA:Aksi GMNI Jember Tuntut Pembebasan Demonstran dan Reformasi Polri

Mini Kidi--
"Setiap bentuk pembatasan, represi, dan kriminalisasi terhadap ekspresi politik warga negara merupakan ancaman serius bagi demokrasi," tegas Abdul Aziz.
Sebanyak sepuluh orang demonstran sempat ditahan oleh Polres Jember. Delapan ditahan di rumah tahanan, dan dua anak di bawah umur dilepaskan dengan wajib lapor. AMJ menegaskan bahwa fakta ini tidak dapat dijadikan pembenaran bahwa aparat telah bertindak secara proporsional.
BACA JUGA:Camat Ngimbang Lamongan Pingsan saat Temui Demonstran
Tujuh demonstran, yaitu Ridho Awali Rizki, Sahroni Fahmi, Muhammad Adi Firmansyah, Yanuart Nur Saputra, Fajar Putra Aditya, Puja Yukta Satwika, dan Ery Alidafi Mukhtar, didakwa dengan tuduhan serius berupa perusakan dan pembakaran bersama-sama, menggunakan Pasal 170 ayat (1) KUHP dan Pasal 187 ke-1 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
AMJ mengkritik konstruksi dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dinilai problematik. Tuduhan ini disampaikan tanpa pembuktian individual yang jelas, menjadikan hukum tampak sebagai instrumen pembungkam.
Kerapuhan dakwaan semakin terlihat pada sidang kedua di Pengadilan Negeri Jember. Empat saksi dari unsur kepolisian yang dihadirkan gagal menjelaskan secara meyakinkan proses identifikasi individu dalam rekaman CCTV.
BACA JUGA:109 Demonstran di Surabaya Ditangkap Polisi Tanpa Akses Hukum, Tim Advokasi: Pelanggaran HAM
"Rekaman yang tidak jelas, disertai keterangan saksi yang saling tidak konsisten, tidak mampu menunjukkan siapa melakukan apa, apa peran masing-masing terdakwa," papar rilis AMJ. Fakta ini menegaskan bahwa dakwaan dibangun di atas asumsi dan generalisasi massa, bukan pembuktian hukum yang sahih.
AMJ juga mempertanyakan klaim kepolisian yang menyebut tenda yang terbakar sebagai fasilitas Satlantas Polres Jember. Menurut keterangan masyarakat sekitar, tenda tersebut hanya difungsikan sebagai atap pelindung kendaraan, bukan fasilitas pelayanan publik.
"Narasi yang menyebut tenda tersebut sebagai fasilitas strategis pelayanan publik patut diduga sebagai pembenaran yang dipaksakan guna memperberat konstruksi tuduhan pidana," kata Abdul Aziz.
Sumber:


