Hal yang sama juga dirasakan saksi Nur Hadi. Kakek 66 itu untuk mengurus dokumen pertanahan tinggal minta tanda tangan ke Kepala Desa. Apesnya, kakek yang berprofesi sebagai tukang becak itu malah ditawari terdakwa Ulis hanya sekedar menadatangankan ke kades.
"Sampean gowo mrene ae, tak rundingno pak lurah (Sampean bawa ke sini aja tak rundingkan Pak Lurah)," ucap saksi menirukan ucapan Ulis.
Saksi akhirnya mau menuruti permintaan terdakwa Ulis karena terdesak untuk kepentingan meminjam uang di bank. Ia dimintai uang Rp 5 juta.
"Setunggal dokumene Ulis nyuwun setunggal juta (satu dokumen minta Rp 1 juta). Niku wonten gangsal dokumen, dadose gangsal juta (Itu ada 5 dokumen, jadinya Rp 5 juta," ucap saksi dengan nada terbata-bata.
BACA JUGA:Lima Tersangka Pengeroyokan di GOR Sidoarjo Segera Disidangkan
BACA JUGA:Mantan Bupati Mojokerto Segera Disidang Lagi di Pengadilan Tipikor
Sementara tiga saksi lainnya, M Yasin, Sulikha dan Supihari tidak dimintai uang oleh terdakwa Ulis, melainkan oleh orang lain.
Untuk saksi M Yasin dan Sulikha mengaku dimintai uang oleh Karim. Belakangan terungkap, Karim adalah Ketua RT. Keduanya dimintai nominal berbeda saat mengurus dokumen peralihan hak.
"Dikenakan biaya Rp 1 juta. Disampaikan di rumah Pak RT," aku Yasin.
"Kalau saya kena biaya Rp 1,2 juta. Lalu diminta Rp 600 ribu saja. Ngurus dokumen hibah," ungkap Sulikha.
BACA JUGA:Ayah Gagahi Anak Tiri hingga Hamil Disidang
BACA JUGA:Sidang Tipikor, 3 Pejabat Pemkab Sidoarjo Siap Hadapi Vonis
Berbeda dengan saksi Supihari. Perempuan 57 tahun itu tidak dimintai uang oleh terdakwa Ulis maupun Karim. Ia justru dimintai uang oleh Nani.
"Saya ngurus hibah. Bayar Rp 4 juta, lalu nambah Rp 600 ribu" jelasnya.
Meski demiikian, ketujuh saksi itu mengaku dokumen-dokumen yang diurus itu telah selesai. Hanya saja, mereka mengaku informasi terkait adanya program sertifikat PTSL hingga kasus ini sampai ke persidangan tak pernah ada.
BACA JUGA:Sidang Suap, Saiful Ilah Tegaskan Uang Rp 50 Juta untuk Bayar Utang