Pajak Hiburan Naik, Hiperhu: Tidak Tepat dan Amat Sangat Memberatkan

Pajak Hiburan Naik, Hiperhu: Tidak Tepat dan Amat Sangat Memberatkan

Ketua Himpunan Pengusaha Rekreasi dan Hiburan Umum (Hiperhu) Surabaya, George Handiwiyanto.--

SURABAYA, MEMORANDUM-Kenaikan pajak hiburan dari 35% menjadi 40% untuk karaoke keluarga dan 50% untuk sektor hiburan dewasa membuat pengusaha di Surabaya geleng-geleng.

Disampaikan Ketua Himpunan Pengusaha Rekreasi dan Hiburan Umum (Hiperhu) Surabaya, George Handiwiyanto, kebijakan kenaikan pajak hiburan tersebut amat sangat memberatkan.

Selain itu, menurut George, timing penerapannya juga tidak tepat. Sebab, saat ini usaha hiburan belum pulih sepenuhnya pascapandemi Covid-19. Pengusaha di sektor ini masih berupaya untuk tumbuh dan mengembalikan situasi.

BACA JUGA:Razia Gabungan Tempat Hiburan Malam di Surabaya, 2 Cewek Positif Narkoba

"Tidak tepat pemerintah menaikkan sekarang karena suasananya masih bangkit pasca pandemi Covid-19. Dan kebijakan ini amat sangat memberatkan pengusaha hiburan, sebab timingnya tidak tepat," katanya, Jumat, 19 Januari 2024.

BACA JUGA:Tanah Diklaim Pemkot Surabaya, Warga Pagesangan Demo Kantor Wali Kota dan Bapenda

Dijelaskan George, kondisi terkini tempat hiburan malam masih sepi pengunjung. Baik itu diskotek, karaoke, kelab malam, bar, hingga spa.

Jauh berbeda kondisinya dengan dahulu sebelum pandemi. Bila biasanya bisa menggaet 10 pengunjung, sekarang hanya 4-5 pengunjung.

"Artinya tidak sampai 50 persen. Ditambah adanya kenaikan pajak ini, maka kita ampun-ampun," tandasnya.

Memang, kata George, kenaikan pajak bisa dibebankan kepada konsumen agar pengusaha tidak terlalu berat menanggung biaya tambahan. Namun jika ini dilakukan, maka sama dengan bunuh diri. Efeknya kunjungan akan menjadi sepi karena tarif hiburan yang terlalu mahal.

George mencontohkan, banyak negara lain yang mematok pajak rendah pada hiburan. Hasilnya, pengunjung ramai dan industri hiburan semakin menggeliat. Sehingga setoran pajak ke negara melaju positif

Namun berbeda halnya dengan birokrasi di Indonesia yang justru membuat kebijakan tak masuk akal. George menilai, pejabat saat ini tidak lagi menempatkan diri sebagai pelayan publik, namun sudah seperti penguasa. 

"Negara lain itu diturunkan (pajak hiburan), kalau di Indonesia malah dinaikkan. Kita berharap pemerintah mau mendengar, karena dampaknya kalau kebijakan ini terus diberlakukan, maka akan ada yang merugi. Kalau sudah rugi, ya akhirnya tutup, dan pengangguran akan meningkat," bebernya.

Di Surabaya, kebijakan pajak hiburan diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Kebijakan yang tertuang merujuk UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang HKPD. 

Sumber: