Transportasi Publik Surabaya Amburadul: Subsidi Membengkak, Penumpang Tetap Sepi

Transportasi Publik Surabaya Amburadul: Subsidi Membengkak, Penumpang Tetap Sepi

Pakar transportasi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Putu Rudy Setiawan.-Arif Alfiansyah-

SURABAYA, MEMORANDUM.CO.ID - Pakar transportasi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Putu Rudy Setiawan, melontarkan kritik terhadap sistem transportasi publik di Surabaya.

BACA JUGA:Naik Bus Suroboyo, Kini Lokasi Penukaran Sampah Plastik di Surabaya dan Sidoarjo Diperluas 

Menurutnya, masalah utama yang telah mengakar dan tidak pernah terselesaikan dari dulu hingga sekarang adalah kegagalan dalam mengintegrasikan berbagai moda transportasi.


Mini Kidi-- 

"Transportasi publik di Surabaya dari dulu memang tidak pernah terintegrasi dengan baik. Ini adalah persoalan laten di Kota Surabaya yang menjadikan saya heran kenapa tidak pernah dibenahi dari dulu sampai sekarang," ujar Rudy diwawancarai memorandum.co.id, Senin 9 Juni 2025.

Rudy menjelaskan bahwa masalah integrasi ini mencakup berbagai aspek. Mulai dari integrasi antarmoda seperti bus, angkot, kereta api, dan bandara hingga integrasi teknis di mana halte belum terhubung dengan fasilitas pendukung seperti fasilitas parkir.

BACA JUGA:Tambahan 10 Unit Bus Suroboyo Diluncurkan 

Ketiadaan integrasi ini, lanjutnya, berdampak pada mahalnya biaya yang harus dikeluarkan oleh penumpang. Sebagai contoh, seorang penumpang yang turun dari kereta api di Stasiun Wonokromo dan ingin melanjutkan perjalanan ke tujuan lain di dalam kota harus berganti-ganti moda, mulai dari bus hingga angkutan kota (angkot) atau Suroboyo Bus dan Wira-Wiri.

"Itu kan sebetulnya menjadi mahal bagi penumpangnya. Akhirnya, jumlah penumpang juga tidak banyak karena masyarakat pasti membandingkan, kalau pakai motor atau ojek online bisa lebih murah biayanya," jelasnya.

BACA JUGA:Josiah Michael Anggota DPRD Surabaya Desak Evaluasi Menyeluruh Pengemudi Suroboyo Bus dan Wira Wiri 

Kondisi ini, menurut Rudy, menjadi penyebab utama mengapa operasional transportasi publik di Surabaya terus merugi dan membebani anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Subsidi untuk Bus Suroboyo dan Wira-Wiri bahkan mencapai lebih dari Rp100 miliar per tahun.

"Kalau sampai membebani dan jumlahnya Rp 100 miliar, sementara APBD Kota Surabaya tahun 2025 ini Rp12 triliun, itu saya kira sangat berat," tegasnya.

BACA JUGA:Angkutan Wira Wiri Suroboyo Tercebur Sungai, Ini Penjelasan Warga 

Rudy menambahkan, minimnya jumlah penumpang terlihat jelas di lapangan.

"Saya sering lihat Surabaya Bus itu juga sering sepi. Penumpangnya sedikit. Rute dari Surabaya Timur ke barat di Mayjen Sungkono itu pun juga sepi," ungkapnya berdasarkan pengamatan pribadi.

Ia menilai, Pemerintah Kota Surabaya seolah hanya memiliki cita-cita untuk memiliki transportasi publik yang baik, tanpa rencana implementasi yang jelas dan terukur.

BACA JUGA:Insiden Feeder Wira Wiri Suroboyo Tercebur Sungai, Dishub: Ingin Hindari Pengendara Motor yang Menyalip 

"Kalau rencana itu sudah ada kapan akan diimplementasikan, kapan akan dibangun, dioperasikan. Tapi kalau cita-cita itu kan bisa saja hanya mimpi," sindirnya.

Rudy membandingkan kondisi di Surabaya dengan Jakarta yang dinilainya jauh lebih berhasil dalam mengelola angkutan publiknya. Kunci sukses Jakarta, menurutnya, adalah sistem Buy the Service (BTS), di mana pemerintah provinsi membayar operator angkutan umum, baik BUMD maupun swasta, berdasarkan jarak tempuh per kilometer, bukan jumlah penumpang.

"Jadi penumpangnya banyak atau sedikit tidak masalah. Operator jalan terus sesuai jadwal," katanya.

BACA JUGA:Wira Wiri Nyemplung Sungai, 4 Orang Terluka Dilarikan ke Rumah Sakit 

"Pemerintah DKI untung karena ridership tinggi, dan penumpang juga nyaman karena biaya perpindahan moda dari angkot ke Busway hingga kereta api tetap terjangkau, hanya sekitar Rp5.000," tambahnya.

Skema ini, menurut Rudy, bisa diadopsi oleh Pemkot Surabaya. Dengan membayar layanan per kilometer, operator akan fokus pada penyediaan layanan yang andal dan tepat waktu. Hal ini akan meningkatkan minat masyarakat untuk beralih ke transportasi publik.

BACA JUGA:Naik Wira Wiri Suroboyo Merasa Nyaman, Tapi Nunggu Lama

"Sebaiknya memang dibenahi dulu supaya orang betul-betul banyak menggunakan. Ketika ridership-nya semakin besar, biayanya bisa digunakan untuk meningkatkan pembayaran dan pada akhirnya bisa mengurangi subsidi," sarannya.

BACA JUGA:Wali Kota Sebut MRT Tidak Beri Solusi Atasi Macet di Surabaya, Pemkot Bakal Tambah Wira Wiri  

Ia menekankan pentingnya melakukan survei minat yang komprehensif sebelum meluncurkan rute atau layanan baru. Data tersebut harus menjadi dasar untuk menentukan frekuensi layanan atau headway, bukan sekadar "yang penting jalan dulu" seperti yang terjadi saat ini.

"Kalau manajemennya baik, potensi yang ada di Surabaya sebetulnya bisa dimanfaatkan. Pemerintah bisa menghitung betul berapa kilometer setiap kendaraan berjalan melalui instrumen digital untuk dasar pembayaran," pungkasnya. (alf)

Sumber: