Guru Besar Fakultas Hukum di Jatim Soroti RUU KUHAP dan RUU Kejaksaan

Guru Besar Fakultas Hukum di Jatim Soroti RUU KUHAP dan RUU Kejaksaan

Forum Discusion Group (FGD) yang digelar di Universitas Bhayangkara, Kamis 27 Februari 2025.-Faisal Danny-

SURABAYA, MEMORANDUM.CO.ID - Universitas Bhayangkara menggelar Forum Discusion Group (FGD) bersama para pakar hukum beserta elemen mahasiswa fakultas hukum se-Jatim

BACA JUGA:RUU KUHAP Dikritik: Kewenangan Kejaksaan Dinilai Terlalu Besar dan Berpotensi Abuse of Power

Kegiatan itu, bertajuk Overlapping Kewenangan Penyidikan Dalam RUU KUHAP dan RUU Kejaksaan Serta Implikasinya terhadap Sistem Peradilan Pidana.

Prof I Nyoman Wijaya, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Brawijaya yang menjadi pembicara dalam forum yang melibatkan ratusan mahasiswa sebagai peserta diskusi itu, mengulas soal perlu adanya RUU KUHAP itu perlu dikritisi secara akademik.

BACA JUGA:Rancangan KUHAP Tuai Pro Kontra, Ada Apa?

Bukan tanpa sebab, RUU yang wacananya akan diimplementasikan 2026 mendatang itu, di satu sisi berpotensi memangkas beberapa mekanisme peradilan pada koridor kehakiman, menjadi lebih efektif. 

Seperti dihapusnya tahapan praperadilan untuk sekadar menguji persesuaian sah tidaknya penahanan, penggeledahan, dan penyitaan sebuah penanganan perkara hukum. Namun, di sisi lain, itu berpotensi munculnya pengambilalihan kewenangan.

BACA JUGA:RUU Kejaksaan dan RUU KUHAP, Begini Respons Pakar Hukum

Terutama dalam hubungan dengan pengaturan penyidik dengan penuntut umum. Nah, penyidik dalam hal ini, kata Nyoman, bisa dari Polri, ASN atau lembaga hukum ad hoc seperti lembaga antirasuah.

Melalui FGD itu, secara akademis, pihaknya berharap semua elemen masyarakat yang memiliki tanggung jawab secara moril. Seperti kalangan civitas akademika kampus, dapat berkontribusi mengedukasi secara menyeluruh kepada semua elemen masyarakat. 

BACA JUGA:Prinsip Dominus Litis untuk Menjamin Keselarasan Penegakan Hukum dalam RUU KUHAP

Bahwa, pengaturan kewenangan penyidik dengan penuntut umum, harus berjalan secara serasi dan harmoni. Nah, harmoni dalam proses penegakan hukum, yang ia maksud, merujuk pada sistem peradilan pidana terpadu itu harus berprinsip, pada diferensiasi fungsi.

Artinya, pembedaan fungsi penegakkan hukum atau diferensiasi fungsi pada masing-masing lembaga penegak hukum, seperti polisi, penyidik, penuntut umum, dan hakim, bersifat independen dan fungsional atau saling melengkapi. 

Sumber: