Rancangan KUHAP Tuai Pro Kontra, Ada Apa?

para akademisi mendiskusikan terkait pro-kontra UU Kejaksaan dan Rancangan KUHAP --
MALANG, MEMORANDUM.CO.ID - Fakultas Hukum Universitas Islam Malang (FH Unisma) menggelar Seminar Nasional bertajuk “Dilema Tumpang Tindih Kewenangan Polisi dan Jaksa: Urgensi Revisi Rancangan KUHAP dan Rancangan UU Kejaksaan dalam Bingkai Sistem Peradilan Pidana”.
Seminar di Gedung Abdul Rachman Wahid Lantai 7 Unisma ini, dihadiri Dekan FH Unisma, Dr. Arfan Kaimuddin, S.H, M.H, Guru Besar FH UB Prof Dr I Nyoman Nurjaya SH,MS, Wakil rector III Unisma Dr Moh Yunus MPd, Wakil Ketua Umum Peradi Dr H. Salih Mangara Sitompul. Mereka memberikan pandangan kritis, terkait ketidakseimbangan kewenangan antara Kepolisian dan Kejaksaan.
BACA JUGA:Forum Pascasarjana Unair Bahas Polri dalam RKUHAP, Wewenang Polri Lahir dari UUD 1945
Dr. Arfan, menekankan, bahwa perubahan regulasi hukum harus selalu menyesuaikan dengan dinamika yang berkembang dalam masyarakat.
“Tercermin dalam evolusi hukum acara pidana. Mulai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), hingga Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP), yang saat ini tengah menjadi perbincangan hangat dan menuai pro serta kontra,” terang Dr. Arfan Kamis, 13 Februari 2025.
Dr. Arfan menjabarkan, bahwa sistem peradilan pidana (Criminal Justice System) pada dasarnya merupakan proses penegakan hukum pidana yang sangat erat kaitannya dengan perundang-undangan yang berlaku. Mekanisme penanggulangan kejahatan, yang harus diterapkan dengan pendekatan sistematis.
"Sistem pengendalian kejahatan, melibatkan empat institusi utama. Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, dan Lembaga Pemasyarakatan. Namun praktiknya, ketidakterpaduan antar-institusi sering menghambat efektivitas sistem peradilan pidana,” lanjutnya.
BACA JUGA:Penerapan Dominus Litis dalam RKUHAP Merupakan Upaya Melemahkan Polri
BACA JUGA:Prof M. Noor Harisudin: RKUHAP Jangan Hapus Pasal Penyelidikan
Menurutnya, ketidakterpaduan dalam Criminal Justice System, berdampak pada beberapa aspek krusial. Mulai dari adanya kesulitan dalam menilai keberhasilan atau kegagalan setiap institusi. Kemudian, kedua adanya hambatan dalam menyelesaikan permasalahan fundamental.
Ketidakjelasan pembagian tanggung jawab, berakibat pada kurangnya perhatian terhadap efektivitas sistem secara keseluruhan. Diperlukan revisi pada Rancangan KUHAP dan Rancangan UU Kejaksaan
“RUU KUHAP dan UU Kejaksaaan sangat perlu adanya revisi. Agar dapat diminimalisir dan sistem peradilan pidana dapat berjalan lebih efektif tidak tumpang tindih kewenangan," pungkasnya.
Kata dia, tiga pendekatan utama dalam Criminal Justice System. Memerlukan pendekatan normatife, menempatkan aparatur penegak hukum dari keempat institusi (Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, dan Lembaga Pemasyarakatan). Menjadi bagian tidak terpisahkan dari sistem hukum sebagai pelaksana perundang-undangan. (edr)
Sumber: