Sepuluh KK di Bundaran Taman Pelangi Menunggu Putusan MA Terkait Ganti Rugi Lahan Underpass

Sepuluh KK di Bundaran Taman Pelangi Menunggu Putusan MA Terkait Ganti Rugi Lahan Underpass

Permukiman warga di Jemur Gayungan. -Oskario Udayana-

SURABAYA, MEMORANDUM.CO.ID - Proyek pembangunan underpass di Bundaran Taman Pelangi, Jalan Ahmad Yani, ditargetkan dimulai pada Juni 2025. Pemkot Surabaya menargetkan pembebasan lahan rampung pada kuartal pertama tahun ini. 

BACA JUGA:Komisi C Minta Pemkot Jangan Tunda Pembangunan Underpass Bundaran Dolog

Namun, hingga kini masih ada 10 kartu keluarga (KK) yang bertahan di lahan tersebut, menunggu putusan Mahkamah Agung (MA) terkait gugatan ganti rugi lahan.


--

Pemkot Surabaya telah mengajukan permohonan konsinyasi atas lahan tersebut.  Sebagian besar warga telah menerima ganti rugi. Namun, 10 KK ini menggugat karena menilai harga yang ditawarkan terlalu rendah.

BACA JUGA:Underpass Taman Pelangi Siap Atasi Kemacetan di Surabaya, Solusi Cerdas Menuju Kota Modern 

"Kami tidak menolak ganti rugi, tetapi harga yang ditawarkan ditentukan sepihak oleh Pemkot, tanpa ruang tawar-menawar," ujar Ester, salah satu warga yang masih bertahan, Minggu 9 Februari 2025.

Ia menambahkan, beberapa warga mengajukan banding karena harga tanah yang ditawarkan jauh di bawah harga pasaran. Uang ganti rugi telah dititipkan di pengadilan. Jika menang di MA, mereka akan menerima uang tersebut. Jika kalah, mereka harus menerima keputusan pengadilan.

BACA JUGA:Pembangunan Fisik Underpass Bundaran Taman Pelangi Baru Bisa Dikerjakan Tahun Depan 

Ester juga menyoroti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, yang mengatur tentang pengadaan tanah. Ia menekankan bahwa proses hukum masih berjalan, sehingga mereka menunggu putusan final dari MA.

"Warga tidak bisa menolak harga yang telah ditentukan Pemkot. Uang ganti rugi dibayarkan dan dititipkan di pengadilan. Kami menunggu putusan MA. Jika menang, uang tersebut tetap akan diberikan," jelasnya.

BACA JUGA:DPRD Surabaya Minta Pemprov Ikut Bantu Danai Underpass Bundaran Dolog 

Ia mencontohkan, ada perbedaan harga yang signifikan antara harga yang ditawarkan Pemkot dengan nilai yang diminta ahli waris. Beberapa pemilik tanah menggugat karena merasa harga yang diberikan tidak adil.

"Ada persil tanah yang dihargai Rp 500 juta, tetapi ada yang menuntut hingga Rp 1 miliar karena merasa harga tersebut terlalu rendah," kata Ester.

Sumber: