Pekerjaan Hilang, Keluarga Berantakan: Ketika Gaji Terakhir Menjadi Awal Pertengkaran (1)
-Ilustrasi-
Bulan menunduk. Dalam hatinya, ia ingin berkata: “Kita butuh rencana, bukan janji.” Tapi ia tahan. Ia tahu, Bintang sedang terluka. Namun ia juga manusia. Ia lelah menjadi satu-satunya yang tenang saat badai datang.
Hari-hari setelah itu berubah cepat. Bintang terlihat murung, sering tidur lebih lama dari biasanya, kadang kehilangan semangat mandi. Ia menjadi pendiam. Bahkan anak mereka, Dinda, yang biasanya suka duduk di pangkuannya, mulai merasa canggung. Suasana rumah mulai dingin.
Bulan mencoba menghidupkan harapan. Ia membuat daftar pengeluaran, memotong anggaran belanja, dan membuka jasa pre-order untuk kue kering. Tapi ia juga merasa perlahan sendirian.
Bintang, yang dulu menjadi pelindung, kini seperti bayangan dari dirinya yang dulu.
“Mas, kamu harus bangkit,” kata Bulan suatu malam.
“Aku sedang mencoba,” jawab Bintang datar.
“Bukan dengan mengurung diri dan tidur sepanjang hari…”
Pertengkaran pun tak terelakkan.
Bulan, yang tadinya sabar, mulai meninggikan suara. Bintang, yang merasa disudutkan, mulai membalas dengan dingin. Mereka tak sadar bahwa krisis keuangan ini perlahan meretakkan ikatan mereka.
Dan pada suatu malam, Bintang berkata dengan suara pelan namun tajam:
“Kamu seperti tidak mengerti aku, Bu. Aku kehilangan harga diriku.”
“Aku paham, Mas. Tapi jangan sampai kehilangan keluargamu juga.”
Sumber:

