Pekerjaan Hilang, Keluarga Berantakan: Badai dalam rumah tangga (3)
-Ilustrasi-
HARI keempat Bintang tak pulang.
Bulan duduk di ruang makan yang terasa semakin sunyi. Meja yang biasanya penuh gelak tawa anak-anak kini hanya menjadi tempat makanan dingin yang tak disentuh. Anak-anak mulai bertanya, “Ayah ke mana, Bu?”
Dan setiap kali itu pula, Bulan menjawab dengan senyuman yang rapuh, “Ayah sedang bekerja jauh…”

Mini Kidi--
Padahal yang jauh bukan hanya jarak, tapi juga hati mereka.
Di rumah ibunya, Bintang berusaha menemukan kembali dirinya yang hilang. Ia mulai menulis daftar lamaran kerja baru, memberanikan diri menghubungi rekan-rekan lama, dan perlahan menyingkirkan ego yang sempat membuatnya buta.
Di suatu malam, ibunya berkata,
“Bintang… pekerjaan memang bisa hilang, tapi jangan sampai kamu kehilangan keluargamu karena gengsimu sendiri.”
Kalimat itu menamparnya. Selama ini ia terlalu fokus pada kehilangan, sampai lupa bahwa ia masih punya yang tak ternilai: istri dan anak-anak yang menunggu pulang.
Seminggu setelah pergi, Bintang kembali.
Ia berdiri di depan pintu rumah dengan wajah lelah tapi penuh tekad. Bulan yang sedang mengajari anak-anak menulis terkejut melihatnya. Tidak ada pelukan hangat, tapi ada air mata yang mengalir diam-diam.
“Aku gagal sebagai suami, Bulan. Tapi aku nggak mau gagal sebagai ayah dan pasangan. Aku salah. Aku biarkan harga diriku menutup mataku. Maaf…”
“Aku juga salah, Mas. Aku terlalu sibuk bertahan, sampai lupa menengok ke samping… kamu juga sedang berjuang dengan caramu.”
Untuk pertama kalinya sejak badai itu datang, mereka duduk dan berbicara dari hati ke hati.
Sumber:

