Dompet Suami Masih Milik Mertua: Suamiku Tak Pernah Mengutamakanku (3)

Dompet Suami Masih Milik Mertua: Suamiku Tak Pernah Mengutamakanku (3)

-Ilustrasi-

SUDAH lewat tengah malam ketika Bulan duduk sendiri di meja makan. Di tempat yang sama ia sering menghidangkan masakan yang dingin karena Bintang pulang terlambat. Tapi malam ini berbeda. Meja itu bukan sekadar tempat makan, melainkan tempat pengambilan keputusan besar dalam hidupnya.

Di depannya tergeletak lembaran proposal sederhana bertuliskan:

“Rencana Keuangan Mandiri Keluarga Bintang & Bulan.”


Mini Kidi--

Tak lama, Bintang masuk rumah. Wajahnya tampak lelah setelah seharian berada di rumah ibunya. Tapi malam ini ia tak langsung ke kamar. Ia menghampiri meja makan, menatap Bulan, lalu duduk di seberangnya.

“Apa ini?” tanya Bintang pelan.

“Proposal. Kalau kamu siap jadi suami penuh, bukan hanya anak mama,” jawab Bulan tanpa emosi.

Bintang membaca lembaran itu. Ada daftar prioritas keluarga, pos pengeluaran bersama, dan pembagian dukungan untuk ibunya. Semua tertulis rapi. Bukan karena Bulan ingin memisahkan suaminya dari ibunya. Tapi karena ia ingin dihargai sebagai istri bukan asisten rumah tangga yang tak digaji.

“Aku sadar, Lan. Aku selama ini pengecut. Aku biarkan kamu jalan sendiri… karena aku takut dianggap durhaka.”

“Aku nggak pernah larang kamu bantu ibumu. Tapi kenapa aku, istrimu, justru harus mengemis untuk urusan rumah kita sendiri?”

Bulan menahan air matanya. Bukan karena marah. Tapi karena terlalu lama memendam kecewa.

“Mulai bulan depan,” kata Bintang sambil menggenggam tangan Bulan, “aku yang atur keuangan rumah kita. Mama tetap dapat jatah, tapi dari pos terpisah. Aku juga mau belajar… jadi suami, bukan cuma anak mama.”

Beberapa minggu kemudian, suasana rumah berubah. Bintang lebih aktif mengambil peran. Ia mulai mengatur pengeluaran bersama Bulan, ikut belanja bulanan, bahkan menyiapkan uang saku sekolah anak mereka.

Ibu Bintang awalnya tersinggung.

Sumber: