Karena Orang Ketiga: Retak yang Tak Terlihat (1)

Karena Orang Ketiga: Retak yang Tak Terlihat (1)

-Ilustrasi-

SUDAH tiga bulan terakhir, Bintang pulang lebih malam dari biasanya. Alasannya selalu sama: lembur, deadline, meeting tambahan. Bulan tak pernah banyak bertanya. Ia percaya pada suaminya. Tapi di balik layar, kepercayaan itu mulai tergores sedikit demi sedikit.

 Di kantor, Mentari mulai sering mendekat. Berawal dari kerja tim, lalu makan siang bareng, lanjut ke curhat pribadi tentang hidup dan masa lalu yang menyedihkan. Bintang, yang tengah dilanda kejenuhan pernikahan yang rutinitas, merasa dihargai dan didengarkan. Perhatian kecil Mentari segelas kopi favorit, pesan singkat “hati-hati pulangnya” perlahan menjadi candu.

 
Mini Kidi--

“Mas, kamu kelihatan capek banget. Kalau ada yang bisa aku bantu, bilang ya…” ujar Mentari sambil menatap lembut.

Bintang menoleh dan tersenyum. Perhatian itu tak pernah ia dapatkan lagi di rumah. Bukan karena Bulan tak peduli, tapi karena rumah kini dipenuhi rutinitas: anak sekolah, cucian, tagihan, masakan, dan suara rengekan anak-anak. Tak ada lagi tempat untuk romantisme.

 Suatu malam, Bulan tanpa sengaja melihat notifikasi di ponsel suaminya:

Mentari: “Thank you for the dinner… I wish tonight didn’t have to end.”

Tubuh Bulan gemetar. Nafasnya tercekat.

Selama ini ia diam karena percaya. Tapi kali ini, hatinya berbisik: ada yang disembunyikan.

Keesokan harinya, Bulan mencoba tenang.

“Mas, siapa Mentari?” tanyanya sambil menatap langsung ke mata Bintang.

Bintang terdiam. Wajahnya berubah pucat. Ia tak siap. Dan itu saja sudah cukup sebagai jawaban.

“Jadi benar?” tanya Bulan, suaranya lirih tapi tegas.

“Aku… aku cuma butuh tempat cerita, Bulan. Aku capek. Di rumah aku nggak bisa jadi diri sendiri lagi. Semua tentang anak-anak dan tanggung jawab. Aku cuma pengin… dihargai,” jawab Bintang, berusaha menjelaskan.

Tapi bagi Bulan, tidak ada justifikasi untuk pengkhianatan.

“Kalau kamu capek, kenapa bukan aku yang kamu ajak bicara? Kenapa bukan aku yang kamu peluk waktu kamu lelah?”

Air mata Bulan tumpah.

Dan untuk pertama kalinya, Bintang tak punya jawaban.

Sumber: