Dompet Suami Masih Milik Mertua: Semua Harus Minta Mertua (1)
-Ilustrasi-
BULAN termenung di ruang tamu yang sepi, menatap layar HP-nya yang menunjukkan notifikasi tagihan listrik. Ia menggigit bibir, menimbang apakah ia harus kembali meminta uang pada suaminya yang pasti akan bilang, “Tunggu aku tanya Mama dulu.”
Ya, sudah hampir lima tahun ia menikah dengan Bintang, seorang anak tunggal kesayangan ibunya. Tapi selama itu pula, urusan keuangan rumah tangga mereka tak pernah benar-benar dipegang oleh mereka sendiri. Semuanya dari belanja harian, cicilan rumah, hingga biaya sekolah anak harus seizin mertua.

Mini Kidi--
Awalnya Bulan mencoba memahami. “Mungkin karena uang dari keluarga besar, mungkin karena mereka belum percaya sama aku,” pikirnya waktu itu. Tapi semakin hari, semakin terasa, ini bukan tentang kepercayaan, tapi tentang dominasi.
“Yang penting Mama tahu arus keluar masuknya. Supaya rapi aja,” kata Bintang suatu malam saat Bulan meminta uang belanja tanpa melalui “izin pusat”.
“Tapi ini rumah kita, Tang. Anak-anak kita. Masa aku beli deterjen aja harus dicatat ke Mama?” tanya Bulan.
“Ya, biar semua transparan. Mama kan yang bantu modal awal nikah kita.”
Bulan menarik napas dalam. Lagi-lagi alasan ‘bantuan’ dijadikan tiket untuk mengatur segalanya, termasuk hidup pernikahan mereka.
Pernah suatu kali, AC di kamar rusak parah. Tukang servis bilang harus ganti unit. Bulan langsung mengirim pesan ke Bintang:
“AC harus diganti. Panas banget anak-anak sampai mimisan.”
Tapi balasan suaminya hanya singkat:
“Nanti aku tanya Mama dulu ya.”
Dua minggu kemudian, anak-anak tidur berkeringat. Dan Bulan mulai merasa: “Aku nggak butuh suami kalau semua keputusan tetap ada di tangan mertuaku.”
Ia pun mulai menyisihkan uang dari hasil jualan online kecil-kecilan. Bukan untuk memberontak, tapi untuk berjaga-jaga kalau suatu hari ia harus mengambil keputusan penting sendiri.
Sumber:

