Memaknai Peringatan Hari Ibu
Kajati Jatim Dr Mia Amiati--
Oleh : Mia Amiati (Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur)
Ibu adalah sesosok figur yang memperlihatkan keagungan dan kasih sayang yang tidak bisa diukur dengan apapun dan sudah sepantasnya kita selalu menanamkan kepada diri kita untuk berbakti kepada ibu.
Surga ada di telapak kaki ibu, doa seorang ibu sangat magrifat bagi anak-anaknya, namun masih ada seorang ibu yang menjadi korban mendapat kekerasan dan perlakuan yang tidak baik dari seorang suami dalam rumah tangganya dan kertika anak-anak telah tumbuh dewasa dan telah diantarkan ibundanya ke gerbang kesuksesan, tidak sedikit juga seorang ibu yang mendapatkan perlakuan yang tidak layak dari anak-anaknya yang berujung dititipkannya ibunya ke panti jompo.
Hari Ibu yang diperingati setiap tanggal 22 Desember adalah salah satu hari yang banyak menyita perhatian, tapi apa makna Hari Ibu sebenarnya. Tentunya tiap orang memiliki pandangan yang berbeda tentang Hari Ibu. Hari Ibu adalah hari peringatan atau perayaan terhadap peran seorang ibu dalam keluarganya, baik untuk suami, anak-anak, maupun lingkungan sosialnya.
Peringatan dan perayaan biasanya dilakukan dengan membebastugaskankan ibu dari tugas domestik yang sehari-hari dianggap merupakan kewajibannya, seperti memasak, merawat anak, dan urusan rumah tangga lainnya.
Banyak diantara kita memaknai hari ibu dengan memberikan penghargaan kepada ibu mereka baik berupa ucapan selamat maupun berupa kado.
Tapi apakah ucapan selamat dan kado ini cukup untuk membuktikan bahwa kita telah berbakti kepada ibu kita?
Semua agama mengajarkan hal yang sama bahwa sebagai anak kita mempunyai kewajiban berbakti kepada ibu kita, jadi kita mengingat dan menyayangi ibu tidak hanya pada saat peringatan hari Ibu saja, namun setiap saat kita harus menyayangi dan menghormati Ibu yang telah menempuh perjuangan begitu panjang, mulai saat anaknya dilahirkan, dirawat dan dibesarkan, dididik dengan penuh kasih sayang dan tidak pernah mengenal lelah, sampai mengantarkan anaknya ke gerbang kesuksesan dalam hidupnya.
Dengan demikian, sebagai seorang anak, kita harus menyadari betapa ibu kita telah memperjuangkan dan menyayangi kita lebih dari apapun di dunia ini.
Hari Ibu bukanlah sekadar hari untuk mengenang hari-hari bahagia bersama ibu kita, bukan juga hanya diperuntukan untuk para ibu rumah tangga atau mereka yang sudah mempunyai anak. “Ibu” di sini mempunyai arti yang luas, sehingga Hari Ibu merupakan hari spesial untuk para perempuan, khususnya perempuan Indonesia.
Sejarah mencatat bahwa, Peringatan Hari Ibu di bumi tercinta Indonesia diawali dengan adanya penyelenggaraan Kongres Perempuan Indonesia Ke-I yang diselenggarakan pada tanggal 22 – 25 Desember 1928 di Ndalem Joyodipuran Yogyakarta (sekarang, Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Budaya).
Kongres ini diikuti oleh lebih dari 600 orang perempuan dari berbagai latar belakang. Kongres ini menjadi sesuatu yang sangat luar biasa karena menjadi sebuah pertemuan bergengsi yang diinisiasi oleh organisasi-organisasi perempuan di seluruh Indonesia, seperti: Wanita Oetomo, Aisyah, Poetri Indonesia, Wanita Katholiek, Budi Wanito, dan banyak lagi.
Diselenggarakannya Kongres Perempuan Indonesia Ke-I menjadi titik awal dimulainya peranan perempuan Indonesia mulai masuk ke ranah perjuangan politik praktis. Sebuah gerakan yang sebelumnya tabu bagi seorang perempuan, kini mulai digerakkan secara aktif demi hak-haknya.
Kita ingat sejarah meriwayatkan bahwa sebelum terselenggaranya Kongres Perempuan Indonesia Ke-I , sudah ada beberapa pahlawan wanita yang gigih memperjuangkan hak-hak perempuan. Sebut saja R.A Kartini dan Dewi Sartika yang membuat suatu terobosan dalam memperjuangkan hak kaum perempuan agar memiliki kesempatan yang sama dengan kaum laki-laki untuk memperoleh Pendidikan, bahkan mereka mendirikan sekolah khusus agar perempuan bisa sejajar dengan laki-laki dalam aspek Pendidikan, mengingat pada saat itu zaman kolonial Belanda, kedudukan kaum perempuan di dalam budaya patriarki. Perempuan masih menjadi pihak yang ditindas dan dikekang oleh berbagai struktur sosial pada masa itu.
Pada Kongres Perempuan Indonesia Ke-III yang diselenggarakan di Bandung pada tanggal 23 – 28 Juli 1938 dan dipimpin oleh Ny Emma Puradireja, ditetapkan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu dan diperingati secara Nasional.
Selain menetapkan tanggal 22 Desember sebagai hari Ibu, Kongres Perempuan Indonesia Ke-III juga menghasilkan sejumlah resolusi, di antaranya adalah penyusunan RUU perkawinan modern.Hari Ibu Nasional pun semakin dikukuhkan melalui Dekrit Presiden Soekarno No. 316 tahun 1959 tentang Hari-hari Nasional yang Bukan Hari Libur. Penetapan itu didasarkan pada tanggal pelaksanaan Kongres Perempuan Indonesia.
Harapan saya dan juga pasti sama dengan harapan ibu-ibu lainnya dalam memperingati hari Ibu tidak hanya sekedar seremonial, dirayakan dengan berbagai acara, namun benar-benar semuanya harus dapat memaknai apa itu hari ibu, bukan hanya sekedar memberi bunga atau membebaskan para ibu dari rutinitas tugasnya sehari-hari mengurus rumah, namun harus dapat dimaknai lebih jauh lagi bahwa ada peranan yang besar dari para Ibu-ibu yang ikut memikirkan dan berjuang untuk meraih kemerdekaan dan untuk kaum ibu saat ini tentu kita semua harus dapat mengisi kemerdekaan dengan mengukir prestasi terbaik demi Bangsa dan Negara tercinta Indonesia sesuai dengan bidangnya masing-masing, termasuk para Ibu yang mengabdikan dharma bhaktinya untuk menjadi pilar utama dalam mendidik dan menjaga anak-anak dan keluarganya.
Satu hal lagi, tidak sedikit yang masih beranggapan bahwa kaum ibu sebagai seorang perempuan dianggap sebagai warga kelas dua karena perempuan dianggap tidak memiliki kemampuan atau tidak berkompeten, baik di bidang politik maupun di Bidang Pemerintahan, seakan-akan Perempuan dinilai hanya pantas berperan dalam melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan urusan rumah tangga.
Sejak abad ke-21 peran kaum perempuan di berbagai sektor telah berkembang terutama dalam sektor pemerintahan daerah. Kondisi itu menunjukkan perkembangan kesadaran mengenai persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dan hal ini merupakan fenomena global di mana kaum perempuan memiliki hak untuk sukses seperti kaum laki-laki.
Untuk itu, kesetaraan gender perlu diupayakan kepada berbagai kalangan agar ruang kesempatan bagi perempuan semakin luas.
Kesetaraan gender perlu diupayakan oleh berbagai pihak mulai dari kaum perempuan itu sendiri yang harus diberikan pemahaman mengenai kesetaran gender, bahwa perempuan memiliki posisi dan hak yang sama di berbagai bidang seperti laki-laki. Selain itu, kaum laki-laki juga perlu diberikan pemahaman agar melakukan upaya untuk mendukung kesetaraan gender, sehingga diberikan kesempatan yang sama kepada kaum perempuan.
Sudah saatnya para pembuat atau pengambil kebijakan mulai dari pemerintahan hingga kalangan partai politik agar menempatkan ruang bagi perempuan sehingga memudahkan upaya untuk kesetaraan gender di pemerintahan karena seiring berjalannya waktu, perempuan mulai bangkit dan berhasil membuktikan bahwasanya keberadaan mereka layak untuk diperhitungkan.
Kecerdasan serta kepiawaian perempuan-perempuan Indonesia, khususnya, tidak bisa lagi dianggap remeh karena telah turut berkontribusi terhadap pembangunan.
Salah satu contoh, peran perempuan di dalam upaya meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di sektor perikanan, data Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) 2015 menyebutkan, perempuan mengerjakan 70% pekerjaan produksi perikanan dengan waktu kerja hingga 17 jam.
Mulai dari menyiapkan bahan bakar, perbaikan alat menangkap ikan, memasak bahan makanan untuk nelayan laki-laki. Setelah ikan tiba di dermaga, perempuan kemudian berperan sebagai penjual atau pengupas kerang. Mereka juga ahli dalam mengolah ikan menjadi makanan siap saji, seperti tekwan, sambal,ataupun kerupuk sehingga harga jual harga jual produk ikan menjadi naik.
Demikian juga keterlibatan perempuan pada bidang-bidang lain, termasuk politik dan pemerintahan, tidak salah kalau dikatakan bahwa kaum perempuan itu adalah aset, potensi, dan investasi penting bagi Indonesia yang dapat berkontribusi secara signifikan sesuai kapabilitas dan kemampuannya.
Lebih mengerucut, dalam konteks pembangunan, pengarusutamaan gender, dan pemberdayaan perempuan begitu erat kaitannya dengan memperbaiki kualitas generasi penerus bangsa, mengingat perempuan adalah pendidik pertama di dalam keluarga.
Oleh karena itu, sebagai seorang perempuan, tentunya saya mengajak kepada para perempuan yang lainnya di seluruh Bumi Nusantara tercinta, bahwa kita harus memiliki rasa percaya diri yang kuat terkait kesetaraan gender.
Jika perempuan semakin berkualitas akan semakin memperkuat tata kelola pemerintahan di negeri tercinta ini. Dan kepada para perempuan Indonesia yang dipercaya memperoleh kedudukan dan jabatan di sektor manapun, harus dapat memegang amanah dengan baik, Tunjukkan bahwa Perempuan bisa menjadi aktor strategis di dalam pembangunan.
Sumber: