Kejati Jatim Terapkan Keadilan Restoratif dalam 24 Perkara, Wujudkan Penegakan Hukum yang Humanis

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur menggelar ekspose mandiri untuk 24 perkara yang diajukan penghentian penuntutannya berdasarkan prinsip Keadilan Restoratif. --
SURABAYA, MEMORANDUM.CO.ID – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur menggelar ekspose mandiri untuk 24 perkara yang diajukan penghentian penuntutannya berdasarkan prinsip Keadilan Restoratif.
Kegiatan ini dipimpin langsung oleh Kajati Jatim, Prof. (HCUA) Dr. Mia Amiati, SH, MH, CMA, CSSL, melalui pertemuan virtual, dihadiri oleh Wakajati, Aspidum, serta para Kajari se-Jawa Timur.
24 perkara tersebut terbagi dalam beberapa seksi, meliputi:
1. Seksi A: Tindak Pidana Keamanan Negara, Ketertiban Umum, Orang, dan Harta Benda (18 Perkara)
4 perkara pencurian (Pasal 362 KUHP) – diajukan oleh Kejari Surabaya, Tanjung Perak, Pasuruan, dan Lumajang.
3 perkara pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 ayat 1 KUHP) – diajukan oleh Kejari Blitar, Mojokerto, dan Pacitan.
1 perkara penipuan/penggelapan (Pasal 374/372 KUHP) – diajukan oleh Kejari Kediri.
3 perkara penadahan (Pasal 480 KUHP) – diajukan oleh Kejari Surabaya, Batu, dan Kota Mojokerto.
6 perkara penganiayaan (Pasal 351 KUHP) – diajukan oleh Kejari Surabaya, Sumenep, dan Mojokerto.
2. Seksi B: Tindak Pidana Narkotika (2 Perkara)
2 perkara penyalahgunaan narkotika (Pasal 112/132 atau 127 UU No. 35/2009) – diajukan oleh Kejari Jember dan Kota Mojokerto.
3. Seksi C: KDRT & Perlindungan Perempuan dan Anak (3 Perkara)
1 perkara KDRT (Pasal 49 UU No. 23/2004) – diajukan oleh Kejari Surabaya.
2 perkara perlindungan anak (Pasal 80/76C UU No. 35/2014) – diajukan oleh Kejari Jember.
4. Seksi D: Sumber Daya Alam & Tindak Pidana Lainnya (1 Perkara)
1 perkara lalu lintas (Pasal 310 UU No. 22/2009) – diajukan oleh Kejari Surabaya.
Kajati Jatim mengungkapkan penyelesaian perkara pidana melalui mekanisme penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif menjadi bukti bahwa negara melalui penegak hukumnya hadir memberikan humanisme dalam penegakan hukum dalam rangka menciptakan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat.
Melalui kebijakan restorative justice, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan.
"Meskipun demikian, perlu juga untuk digarisbawahi bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi kesalahan serupa," ujar Kajati Jatim.
Untuk itu, permohonan pengajuan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif tersebut harus memenuhi syarat sebagaimana diatur di dalam Perja No 15 Tahun 2020, yaitu :
Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana yang ancaman pidananya tidak lebih dari 5 tahun penjara;
Telah ada kesepakatan perdamaian antara Korban dan Tersangka dan hak korban terlah dipulihkan kembali serta masyarakat merespons positif dan khusus untuk Perkara Penyalahgunaan Narkotika, penghentian penuntutan harus mempertimbangkan bahwa tersangka hanya sebagai penyalahguna narkoba untuk dirinya sendiri (end-user);
tersangka tidak berperan sebagai produsen, bandar, pengedar dan kurir terkait jaringan gelap narkotika. (gus)
Sumber: