Sengketa Lahan Mbaon, Siapa Pemiliknya?

Sengketa Lahan Mbaon, Siapa Pemiliknya?

Eksekutif dan legeslatif saat temui warga--

MALANG, MEMORANDUM - Bergulirnya permasalahan lahan Mbaon antara masyarakat Desa Senggreng kecamatan Sumberpucung, dengan TNI Angkatan Udara sudah seringkali terjadi.

Dimana TNI AU memiliki lahan tersebut atas dasar, Surat Keputusan Kepala Staf Angkatan Perang RI no: 023/P/KSAP/50 tertanggal 25 Mei 1950 dan juga tercatat sebagai asset Departemen Pertahanan RI cq TNI AU.

Sementara itu pada tahun 1927 Perhutani atas lahan mbaon seluas kurang lebih 97 ha,  dikukuhkan sebagai kawasan berdasarkan proses verbal van Greens Regeling penataan batas.

Serta berdasarkan PP. No : 35/ 1963 tentang wilayah kerja Perhutani lokasi tersebut masih ditunjuk sebagai kawasan hutan.


"Kalau melihat dari dua surat bukti penguasahan lahan, memang yang lebih tinggi adalah Peraturan Pemerintah (PP). Jadi lahan mbaon adalah hutan, namun diakui oleh TNI AU itu adalah miliknya," ungkap, Ahmad Fauzan ketua Komisi 1 DPRD Kabupaten Malang.

Apalagi kalau meruntut sejarah atas lahan tersebut, bahwa sejak jaman penjajah Belanda sudah dijadikan kawasan hutan pada tahun 1927. Kemudian dilanjutkan oleh Jepang juga sebagai lahan hutan.

Ditambah lagi berdasarkan keterangan dari BPN, bahwa pada tahun 2022 pihak TNI AU memohon pada Menteri KLHK untuk melepasan hak. Hingga terjawab pada tahun 2023 ini, pihak menteri melepaskan lahan tanah mbaon dari daftar hutan.

"Secara tidak langsung bahwa TNI AU mengakui selama kurun waktu dari tahun 1950, bahwa lahan tersebut merupakan hutan sehingga meminta pelepasan agar bisa dikuasai secara penuh," kata, Fauzan

Politikus Golkar itu menambahkan, apalagi sejak tahun 1945 dengan ditandai kepergian Jepang, bahwa lahan Mbaon terlantar dan kemudian ditahun 1949 dilakukan oembersihan oleh warga masyarakat dan dijadikan lahan produktif.

Namun berdasarkan surat Komandan Lanud Abdurahman Saleh no: B/207/X/2000 tanggal 6 Oktober 2000,yang menanggapi surat dari Administratur Perhutani Malang no: 864/044.3/TKU/ MLG/ II tertanggal 19 September 2000. Dimana surat Komandan Lanud Abdurahman Saleh ada 4 poin yaitu:

1. Lapangan TNI AU Senggreng sudah masuk asset Departemen Pertahanan RI dan merupakan landasan alternatif.

2. Di atas tanah tersebut sudah dibangun air strip, helyped dan perkantoran,

3. Hingga saat ini masih menggunakan untuk latihan dasar atas SK kepala staf angkatan perang dan intinya semua lapangan terbang dan fasilitas pendukungnya eks pemerintahan Belanda/ Jepang menjadi milik AURI.

Namun semua itu terbantahkan bahwa lahan Mbaon oleh pemerintah Belanda/ Jepang dijadikan hutan bukan lapangan terbang.

Selama ini ini pada lahan tersebut tidak pernah ada bangunan dan juga tidak pernah ada TNI AU latihan pada lahan tersebut.

"Berdasarkan keterangan warga hanya ada bangunan, pos penjagaan dan setiap harinya hanya ada 2 orang disana dan selama ini tidak ada aktifitas apapun," tutur Fauzan.

Apa yang dituturkan Fauzan, didukung pernyataan Nurhadi dan Mayar warga Senggreng yang mengungkapkan kronologis, atas tanah Mbaon sejak ditinggalkan oleh Jepang. Dimana berdasarkan peta karawangan desa, sejak tahun 1926 tanah mbaon diklaim Belanda dan dijadikan hutan ditanami jati.

Begitu Belanda kalah dengan Jepang lahan Mbaon, tetap menjadi hutan jati di bawah penguasaan Jepang.

Baru setelah Jepang kalah dengan sekutu lahan tersebut menjadi terbengkalai. Sedangkan tanaman jatinya pada tahun 1948 dibabat oleh Trip dan meyisakan tungak jati.

Baru pada tahun 1949 Kades Senggreng mengajak warga, untuk membeesihkan tunggak jati dan menjadikan lahan tersebut sebagai pertanian dengan ditanami palawija.

"Bahkan pada lahan tersebut sebagian dijadikan tanah bengkok," ujar, Nurhadi.

Namun saat ini pada lahan tersebut dilakukan kemitraan antara masyarakat dengan TNI AU, namun sejak terjadinya pengukuran yang dilakukan Kementerian LH dan Kehutanan, dimana akan diterbitkan sertifikat atas lahan Mbaon seluas 97 ha, dengan atas nama TNI AU.


Warga menjadi resah karena lahan tersebut, jika diruntut sama sama bukan pemilik. Maka dari itu warga meminta DPRD kabupaten Malang, untuk mengawal masyarakat desa Senggreng untuk bisa memiliki lahan teraebut dengan dasar sudah puluhan tahun sebagai penggarap.

Atas aspirasi warga tersebut DPRD mengajak warga pada tanggal 15 Desember 2023 untuk berkirim surat pada Menteri KLHK meminta waktu untuk audensi. Namun dalam waktu dekat ini yang paling penting, adalah dilakukanya pendampingan dan advokasi pada warga oleh DPRD atas apa yang terjadi saat ini.


"Jika hal itu tidak dilakukan maka warga, akan menjadi ketakutan apalagi kalau tidak sampai diperbolehkan melakukan garapan atas lahan mbaon," tutup, Heri salah satu anggota BPD desa Senggreng. (kid)

Sumber: