Konflik Belasan Tahun Berakhir, Sertipikat Redistribusi Tanah dari BPN Buka Jalan Pemulihan Ekonomi Desa Soso
Petani Desa Soso menggarap lahan dengan tenang.--
TULUNGAGUNG, MEMORANDUM.CO.ID - Sejak tahun 2012, Desa Soso di Kabupaten Blitar menjadi lokasi konflik tanah berkepanjangan. konflik terjadi antara sesama kelompok petani, hingga ketegangan dengan perusahaan perkebunan yang mengklaim kepemilikan lahan yang sama. konflik itu menghambat aktivitas dan kualitas hidup para petani termasuk warga di Desa Soso.
“Antar kelompok dulu itu sampai terjadi permusuhan. Kalau bertemu, ya _jotos-jotosan_. Lahan yang sudah ditanami kelompok ini, nanti dirusak atau diambil alih kelompok lain. Jadi penguasaan lahan itu masing-masing dan sering saling klaim,” ungkap Sapto Basuki (44), Sekretaris Kelompok Petani Desa Soso Bintang Bersatu, saat ditemui beberapa hari lalu.
BACA JUGA:Rencana Pembangunan Batalyon di Pasuruan Kian Memanas, Warga Tagih Keadilan Tanah

Mini Kidi--
Kondisi itu berdampak pada ketidakpastian panen dalam kurun waktu yang lama. Situasi baru berubah drastis di tahun 2022, ketika Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui program Reforma Agraria menerbitkan sertipikat hasil redistribusi tanah di atas tanah seluas 83,85 hektare. sertipikat dengan status Hak Milik itu diberikan kepada 528 Kepala Keluarga.
“Sebelum pegang sertipikat, mau panen itu harus cepat-cepatan. Kelompok A mau panen, tapi kelompok B atau C bisa mendahului atau mengganggu. Tanamannya bahkan bisa dirusak. Setelah punya sertipikat, jadi lebih tenang. Bisa panen sesuai haknya karena tanahnya sudah punya kita,” lanjut Sapto Basuki, di warung kopi tempat warga Desa Soso biasa berkumpul.
BACA JUGA:PNBP Pertanahan Kanwil BPN Provinsi Jawa Timur Tiga Tahun Berturut Tembus Target di Atas 100 Persen
Kehadiran Kementerian ATR/BPN di Desa Soso tidak berhenti hanya dalam penataan aset berupa penyerahan sertipikat redistribusi tanah. Tapi berlanjut pada penataan akses berupa pemetaan sosial untuk mengetahui potensi pertanian dan pendampingan kelompok petani. Sebelumnya, rata-rata petani desa soso hanya menanam singkong atau ubi kayu dengan masa panen sekali dalam satu tahun.
Setelah adanya pemetaan dan pendampingan dari Kementerian ATR/BPN bersama Pemerintah Daerah, saat ini petani mengelola tanahnya dengan menanam berbagai jenis tanaman sesuai musim tanam. Terutama pengembangan jagung hibrida, lalu padi, ketela pohon, cabai, tomat, kacang tanah, tebu, dan melon. Hal ini membuka jalan bagi masyarakat untuk memperbaiki pendapatan mereka dari hasil tani.
BACA JUGA:Paguyuban Nelayan Pertanyakan Kejelasan Laporan Dugaan Penjualan Tanah Negara di Weru Lamongan
Ketua Kelompok Petani Desa Soso Bintang Bersatu, Basuki Rahmad (55), juga menceritakan bahwa redistribusi tanah tidak hanya bisa meredam konflik, tapi juga meningkatkan kondisi ekonomi warga.
“Yang jelas, dengan adanya redis, perubahan perekonomian masyarakat Desa Soso memang sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga,” terangnya.
Menurut Basuki Rahmad, legalitas atas tanah membuat para petani lebih berani mengembangkan usaha taninya, maka dari itu hasilnya juga jadi lebih signifikan. “Kami sudah menikmati hasilnya. Kami berterima kasih terutama kepada BPN, dan Pemerintah Daerah Kabupaten Blitar,” ungkapnya.
Sumber:



