Warga Mengadu Ditipu Oknum ASN, Pemkot Hanya Bisa Menunggu

Warga Mengadu Ditipu Oknum ASN, Pemkot Hanya Bisa Menunggu

Surabaya, Memorandum.co.id - Pemkot Surabaya menerima laporan warga mengenai dugaan penipuan yang dilakukan salah satu oknum aparatur sipil negara (ASN). Oknum yang dilaporkan tersebut berinisial TR dan tercatat sebagai ASN di lingkungan Pemkot. Kabag Humas Pemkot Surabaya, Febriadhitya Prajatara menegaskan, selain ke pemkot, warga juga sudah melapor kasus yang menimpanya ke aparat penegak hukum (APH). Karena sifatnya masuk ke ranah pidana, maka untuk saat ini pemkot belum bisa mengambil langkah dan masih menunggu keputusan dari APH. "Karena ranahnya masuk ke pidana, maka kami (pemkot) belum bisa bergerak apabila belum ada keputusan atau inkracht (berkekuatan hukum tetap) dari aparat penegak hukum," kata Febri, Jumat (26/11). Ia menjelaskan, Badan Kepegawaian dan Diklat (BKD) Kota Surabaya hanya dapat memberikan sanksi kepada ASN dari sisi kepegawaian. Selain itu, pemberhentian sementara atau non job juga bisa dilakukan pemkot apabila seorang ASN itu ditahan oleh APH untuk proses ke pengadilan. "Kami (pemkot) bisa memberhentikan sementara ketika ASN itu statusnya ditahan untuk proses pengadilan. Nah, kalau sudah inkracht (pengadilan) kami baru bisa memberikan sanksi kepegawaian," tegasnya. Namun demikian, Febri menyatakan, hingga saat ini pihaknya belum menerima informasi apapun dari aparat penegak hukum mengenai status dari oknum ASN yang dilaporkan tersebut. Apakah statusnya itu sudah ditahan untuk ke proses pengadilan atau belum. "Kami belum dapat informasi dari aparat penegak hukum apakah yang bersangkutan ditahan atau tidak, kami belum ada," tuturnya. Meski begitu, pihaknya memastikan, setiap ASN yang melakukan pelanggaran atau melanggar hukum, maka Pemkot Surabaya tak segan untuk menjatuhkan sanksi sesuai aturan yang berlaku. Sanksi tersebut sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS). "Kalau nanti sudah ada inkracht atau putusan hukuman dari pengadilan berapa tahunnya, nah itu pemkot baru bisa menentukan yang bersangkutan nanti diberi sanksi kepegawaian seperti apa dari pemkot," tandasnya. Kasus ini bermula pada Juni lalu, pelaku TR menawarkan kepada Edo untuk bekerja sebagai ASN di lingkungan Pemkot Surabaya. TR sendiri tak lain adalah langganan ojek online mobil yang dijalankan oleh Edo. TR menawarkan jabatan ASN ke Edo dan teman-temannya diwajibkan membayar uang sebesar Rp150 juta per orang. Karena Edo sudah berusia 53 tahun dan akan memasuki usia pensiun, TR berdalih nantinya korban akan diterima sebagai mutasi ASN dari Jakarta ke Surabaya. Ia dan teman-temannya pun percaya karena dengan meyakinkan, TR menunjukkan foto-foto sebagai bukti kedekatannya dengan Kepala Badan Kepegawaian Daerah hingga orang di Kementerian Dalam Negeri. “Saya percaya karena di situ mencatut nama pimpinan BKD, menunjukkan kalau di belakangnya dia ada orang Mendagri, percakapan-percakapan ada semua,” kata Edo. Ia dan kedelapan temannya pun akhirnya percaya dan memberikan uang yang diminta oleh pelaku. Mereka lalu diminta untuk bekerja dari rumah (work from home/WFH) dengan melakukan absensi secara online setiap pukul 07.30 dan 17.00 WIB. Kesembilan korban pun sempat mendapatkan transfer gaji sebesar Rp4.700.000 per bulan. Gaji itu sempat ia terima selama tiga bulan, mulai bulan Agustus, September dan Oktober 2021. Hingga kemudian, Edo berinisiatif untuk mengecek pengirim gaji tersebut. “Setelah itu saya inisiatif mengecek transfer itu dari mana, Pemkot Surabaya atau perseorangan. Setelah saya cek ternyata perorangan dari oknum tersebut,” ujarnya. Setelah itu, Edo langsung mendatangi Pemkot Surabaya untuk mengonfirmasi kejadian yang ia alami. Dan ternyata, salah seorang pimpinan di Pemkot Surabaya menjelaskan bahwa rekrutmen tersebut tidak pernah terjadi. “Saya ketemu kepala bidang bahwa semuanya ternyata abal-abal. Saya ke Wali Kota menyerahkan berkas-berkas saya. Ke inspektorat, berkas saya kasihkan. Berkas saya kasihkan ke BKD juga lapor ke kepolisian tanggal 12 (November) kemarin tapi sampai sekarang masih proses,” paparnya. Sedangkan saat mendatangi Pemkot Surabaya, petugas di sana mengatakan bahwa pihak pemkot masih berkoordinasi dengan Polrestabes Surabaya. Sebelumnya, Edo juga melakukan upaya untuk mencegah agar pelaku tidak melarikan diri. Dia akhirnya melaporkan pelaku ke Ketua RT/RW serta Polsek Pakal agar pelaku diamankan. Namun, polisi sempat melepaskan pelaku. “Karena takut dia lolos, saya minta bantuan RT/RW setempat karena pelaku tinggal di Benowo. Minta bantuan Linmas, Babinsa di Polsek Pakal akhirnya yang bersangkutan diamankan di Polsek Pakal. Lalu setelah itu dilepaskan lagi,” lanjutnya. Kemudian sejak Jumat (19/11/2021), Edo menuturkan bahwa TR sudah tidak lagi pulang ke rumah, dan tidak lagi berangkat ke kantor. Sedangkan pada Kamis (18/11/2021) sebelumnya, Edo melihat nomor handphone pelaku sempat aktif. “Kamis kemarin nomor masih aktif dan masih merekrut orang. Jadi untuk warga Surabaya tolong hati-hati,” ujarnya.(fer/ss)

Sumber: