Penggugat Lahan Dekat Velodrome Tambahkan 6 Bukti Surat

Penggugat Lahan Dekat Velodrome Tambahkan 6 Bukti Surat

Malang, Memorandum.co.id - Penggugat sebidang tanah di dekat Velodrome, Kelurahan Madyopuro, Kecamatan Kedungkandang, H. Agung Mustofa (57), warga RW 1 Kelurahan Madypuro, Kecamatan Kedungkandang menambahkan 6 bukti surat. Tambahan bukti surat itu sebagai bukti untuk meyakinkan majelis hakim yang memimpin sidang gugatan di Pengadilan Negeri Malang. "Kami tentu tidak asal menggugat saja. Kami mempunyai bukti sejumlah surat. Dan hari ini, 6 bukti surat kami tambahkan," terang H. Agung. Ia melanjutkan, keenam bukti surat itu, mulai dari dokumen sejarah pengusiran dan perampasan tanah pada zaman Djepang di Desa Sawojajar Lesanpuro - Madyopuro Kedungkandang. Dokumen keputusan rapat pemilik/ penggarap tanah sawah bekas lapangan terbang Sundeng, Kelurahan Madyopuro. "Selain itu, dokumen daftar pemilik / penggarap tanah sawah rencana lokasi proyek perumnas Kelurahan Madyopuro. Bermaterei cukup, sesuai aslinya," lanjut Agung. Ditambahkan Dr. M. Khalid Ali, S.H, M.H selaku kuasa hukumnya, satu bakti surat lagi adalah dokumen milik Soenardi, selaku penyewa lahan. "Ada lagi berkas daftar pemilik ranah sawah bekas Bekas Dai NIppon-atau BDN di wilayah RT 01 dan RT 05 di RW 01, Kelurahan Madyopuro, sesuai dengan aslinya," tambah Kholid. Bukti surat lainya tentang peryataan H. Agung Mustofa sesuai aslinya. Menyatakan, penggugat siap mencabut gugatan dengan syarat dan ketentuan yang tertuang di pernyataan tersebut. "Saya akan cabut gugatan jika Pemkot Malang bisa membuktikan jika almarhum orang tua saya menerima uang dari penjualan itu," pungkas Agung. Sebelumnya, Agung mengaku mendapatkan tanah tersebut dari orang tuanya di tahun 1995. Kemudian di tahun 2018, Agung mengajukan program pengururusan sertifikat. Setelah diukur, ternyata kuotanya penuh jadi menunggu sistem antrian. Kemudian, di tahun berikutnya, akan mengajukan lagi. "Pada Tahun 2020, pas saya mau mengurus lagi kok tau-tau sudah menjadi tanah Pemkot Malang. Akhirnya saya melakukan gugatan. Menurut Pemkot tanah tersebut telah dijual ke Perumas. Berdasarkan leter C, nama orang tua saya dicoret. Bukti orang tua saya menjual itu apa?" lanjut H. Agung didampingi kuasa hukumya Dr. M. Khalid Ali, S.H, M.H. Ia menjelaskan, tanah yang digugat seluas 3260 meter persegi. Pemberian dari orang tuanya. Dr. M. Khalid Ali, S.H, M.H, mengatakan bahwa tanah tersebut awalnya tanah BDN (Bekas Dai Nippon). Klienya memperoleh tanah tersebut dari hak waris orang tuanya, H. Maksum dan Hj. Chutobah. "Tanah tersebut sebelum dijajah Jepang, adalah milik warga. Setelah kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, warga pemilik asal diperkenankan untuk menguasai kembali. Oleh karena itu di buku desa masih atas nama warga masing-masing," terangnya. Sementara itu, sebelumnya, Pemkot Malang menyebut bahwa tanah tersebut milik Pemkot, berdasarkan sertifikat hak pakai atas nama pemerintah Kota Malang No 51. Melalui Kepala Bagian hukum Pemerintah Kota Malang Suparno menerangkan, sengketa tersebut terkait objek tanah yang sudah bersertifikat. "Tanah ini sudah bersertifikat milik Pemkot Malang. Diklaim oleh Pak Agung adalah tanahnya, sehingga dengan melayangkan gugatan," terang Suparno. Versi tergugat, lanjut Suparno, tanah yang sudah bersertifikat seluas 1441. Sedangkan versi penggugat tanah seluas 3260 meter persegi. "Memang ada selisih luasan. Kami memiliki bukti sertifikat hak pakai. Lokasinya sesuai sertifikat no 51. Dulu pernah kita pasang patok, namun sekarang sudah tidak ada," pungkas Suparno. (edr)

Sumber: