Angka Kemiskinan Surabaya Dipertanyakan, DPRD: Data Tak Masuk Akal dengan Pertumbuhan Penduduk
Anggota Komisi D DPRD Surabaya Imam Syafi'i. -Arif Alfiansyah-
Selain menyoroti ketidakrelevanan kriteria kemiskinan yang ditetapkan pemerintah pusat, Imam juga mengungkap fakta mengejutkan terkait penghapusan 34.000 KK dari data kemiskinan oleh dinas kependudukan dan catatan sipil (dispendukcapil). Padahal, sebagian besar dari mereka masih berada dalam kategori miskin.
“Ribuan keluarga yang seharusnya mendapatkan bantuan sosial justru dicoret dari data dengan alasan tidak ada di tempat tinggal mereka saat verifikasi. Padahal, banyak di antara mereka yang masih hidup dalam kondisi ekonomi yang sangat sulit,” tambahnya.
BACA JUGA:Pembangunan RSUD Surabaya Timur Hampir Selesai, Komisi D Minta Dinkes Siapkan Kebutuhan SDM
Imam mempertanyakan logika di balik penurunan angka kemiskinan di tengah kondisi ekonomi yang semakin sulit.
“Kami sering menerima aduan dari warga yang kesulitan membayar biaya sekolah anak, tidak bisa menebus ijazah, atau bahkan kehilangan pekerjaan akibat PHK. Bagaimana bisa dalam kondisi seperti ini angka kemiskinan justru menurun," tanyanya.
Politisi Partai NasDem ini kembali menyuarakan pentingnya akurasi data kemiskinan di Kota Pahlawan. Ia mendesak Pemerintah Kota Surabaya untuk melakukan survei mendalam guna mendapatkan gambaran yang lebih akurat tentang kondisi sosial ekonomi warga.
BACA JUGA:Aturan Baru BPJS Kesehatan, Komisi D: Harus Menjamin Kenyamanan Berobat
"Jika data dari pusat tidak sesuai dengan kondisi di lapangan, pemerintah kota harus berani mengoreksi,” tegasnya.
Imam menyoroti adanya ketakutan di tingkat kelurahan dan kecamatan untuk melaporkan peningkatan angka kemiskinan atau kasus stunting. Mereka khawatir jika angka kemiskinan meningkat, maka citra pemerintah kota akan tercoreng.
“Kadang ada staf lurah atau camat yang enggan melaporkan penambahan angka kemiskinan karena khawatir performa pemerintah kota terlihat buruk, " ungkapnya.
Padahal, lanjut Imam, yang lebih penting adalah mendapatkan data yang objektif dan jujur untuk dapat mengambil langkah-langkah perbaikan yang tepat.
"Padahal, yang penting itu data harus objektif dan jujur,” desak Imam. (alf)
Sumber: