Surat HGB di Atas HPL Pemkot Bukan Petunjuk dari Pusat, Warga Surat Ijo Minta Pendataan Ulang Status Tanah
Hariono, warga surat ijo. -Oskario Udayana-
SURABAYA, MEMORANDUM.CO.ID - Sebanyak 39 warga Surabaya mendapatkan hak guna bangunan (HGB) di atas di atas tanah hak pengelolaan (HPL) dari Pemkot Surabaya. Kebijakan itu mendapatkan tanggapan miring dari warga surat ijo.
BACA JUGA:Sebanyak 39 Warga Pemegang Surat Ijo Akhirnya Miliki Sertifikat HGB
Salah satu warga Surat Ijo yang menentang kebijakan tersebut muncul dari Hariono. Pria warga Jalan Dukuh Kupang Timur tersebut, mengaku tidak mendaftarkan HGB di atas HPL ke Pemkot Surabaya dengan alasan tidak mengubah status kepemilikan rumahnya menjadi hak milik.
BACA JUGA:Soroti Permasalahan Surat Ijo, Begini Kata Komisi A DPRD Surabaya
"Saya tidak ikut mendaftarkan HGB di atas HPL dengan alasan tetap saja itu menjadi aset Pemkot Surabaya," kata Hariono.
Menurut dia, jika Pemkot Surabaya berniat menyerahkan surat ijo jangan setengah hati. Kalau bisa harus duduk bersama dengan warga surat ijo.
BACA JUGA:Ini Penjelasan Pemkot Surabaya Tanggapi Aksi Demo Warga Korban Surat Ijo
"HGB di atas HPL saya anggap sudah tidak benar," imbuh Hariono.
Hariono menilai Pemkot Surabaya mengaku sebagai pemilik aset perolehannya dari mana. Tiba-tiba masyarakat diminta surat rekomendasi dari pemkot dan baru kemudian BPN mau melepas surat ijo untuk meningkatkan HGB di atas HPL jadi sertifikat hak milik (SHM).
BACA JUGA:300 Massa Kepung Balaikota Surabaya, Tuntut Hak Kepemilikan Tanah Surat Ijo
Menurutnya, HGB di atas HPL tidak bisa disertifikatkan. Berbeda ketika membeli lahan perumahan yang bisa ditingkatkan menjadi hak milik.
"Ini sangat membingungkan. Ada kesalahan-kesalahan dari Pemkot Surabaya yang ditutup-tutupi," ungkap Hariono.
BACA JUGA:Surat Ijo Tak Kunjung Dilepas, PPTSIS Minta Dukungan Lagi ke La Nyalla
Hariono bersama warga surat ijo pernah bertemu dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan nasional (ATR/BPN) memberikan arahan terkait terbitnya surat nomor ΑΤ.02/2153/XII/2022.
BACA JUGA:Diiming-imingi Diskon 50% HUT ke-728 Kota Surabaya, Pejuang Surat Ijo Keukeuh Emoh Bayar Retribusi
Namun, setelah itu Pemkot Surabaya juga telah menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Kota Surabaya Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, serta Peraturan Wali Kota Surabaya terkait prosedur pemberian HGB di atas HPL.
BACA JUGA:Polemik Surat Ijo, KPSIS Sentil DPRD Surabaya
"Namun, munculnya surat itu kemudian pemkot selalu membikin perda. Boleh membikin perda, tapi jangan berpihak kepada pemkot. Perda dibuat oleh kepentingan masyarakat bukan kepentingan pemerintah. Kalau pemkot jujur jangan bermain di tanah karena tanah milik Gusti Allah, jadi jangan main-main," jelas Hariono.
BACA JUGA:Polemik Surat Ijo, Mahfudz: Kami Ini Legislatif Tidak Bisa Menjadi Eksekutor
Hal senada juga dikatakan Hason. Dia mengaku tidak mendaftarkan surat HGB di atas HPL. Dia beralasan sesuai petunjuk Kemendagri dan ATR/BPN waktu itu minta melakukan pendataan ulang tanah seluas 84 ribu persil.
BACA JUGA:Polemik Surat Ijo, DPRD Surabaya Tunggu Surat Tertulis Pemkot Sebelum Raperda Disahkan
Hason menjelaskan, rinciannya mana tanah kas desa, tanah berasal dari eks tanah kota praja, tanah eks developer, tanah eks lahan hijau, tanah eks pemprov, dan tanah eks Baswedan, tanah eigendom.
Kemudian mana tanah eks yayasan yang karena kebodohannya mengaku izin ke Pemkot Surabaya. Tanah yayasan sebenarnya tanah pribadi. Namun setelah diinventalisir, bahwa misal ada 10 kelompok surat ijo masing masing diambil kebijakan. Kalau misal tanah yang dibeli oleh pemkot ada HPL bisa di HGB di atas HPLnya.
BACA JUGA:Tuntut Penghapusan Surat Ijo, KPSIS Gelar Unras di DPRD Surabaya
Tapi kalau itu tanah bersyarat, dulu eks Bawesdan yang sudah diduduki oleh masyarakat sebelum tahun 1998 HPL pemkot terbit. Disyarakatkan jika sudah diduduki masyarakat, maka harus dikeluarkan dari permohonan atau diganti rugi.
Pada kenyataannya, saat mendapatkan sertifikat HPL apakah menggunakan surat pernyataan bahwa itu miliknya pemkot.
"Sebenarnya kami minta melakukan pendataan ulang. Mana yang milikmu sesungguhnya, mana tanah yang cakupan, tanah eigendom (negara). Jadi tidak serta merta HGB di atas HPL. Petunjuk pusat bukan itu," kata Hason.
BACA JUGA:BPN Jatim Peduli Penyelesaian Masalah Surat Ijo Surabaya
Menurut Hason kalau seandainya nanti misalnya terbukti miliknya pemkot terus di IPT, itulah yang dimaksud HGB di atas HPL. Miliknya yang dia beli bukan cacat hukum. Wali kota bermurah hati memberikan HGB di atas HPL mikiknya sendiri.
BACA JUGA:Reses, Anggota DPRD Surabaya Mahfudz Disambati Soal Surat Ijo
"Jadi bukan tanah orang kemudian di HGB di atas HPL. Pemkot tidak punya hak. Kita tidak pernah tahu yang 39 warga itu persilnya di mana. Apakah memang tanah yang dibeli oleh pemkot," jelas Hason.
BACA JUGA:Massa Pemegang Surat Ijo Segel Kantor BPN Jatim
Solusinya, menurut Hason Wali Kota Surabaya harus secara jantan melakukan inventarisasi. Pemegang izin pemakaian tanah (IPT) ini dicek dulu sama-sama. Mana yang punya dokumen dan yang hanya cakupan.
BACA JUGA:Demo Warga Surat Ijo Diwarnai Aksi Dorong
Selama ini wali kota belum pernah mau duduk bersama warga Surat Ijo. Musyawarah dengan melibatkan aparat penegak hukum. Sehingga bisa dilakukan investarisasi.
BACA JUGA:Puluhan Warga Demo Desak Lahan Surat Ijo Dihapus dari Aset Pemkot Surabaya
"Pemkot memang punya lahan yang disewakan. Tapi tidak semua yang disewakan punya pemkot. Untuk itu duduk bersama. Kalau memang setelah diuji memang milik pemkot, kita wajib ikhlas," pungkas Hason. (rio)
Sumber: