Cerita Kombong Pandaan, Kumpulan Pemuda Mbetik yang Ingin Belajar Apik
Jemaah Kombong di Jl By Pass Pandaan saat dalam pertemuan atau kajian.--
Miring sendiri mengaku dirinya sudah bosan dengan dunia hitam. Dulu, ia pernah nyimeng (hisap ganja), nyabu, menggelapkan uang penjualan produk perusahaan, miras, mengamen hingga menjadi tukang parkir.
Dunia narkoba hingga maksiat kerap ia jalani bertahun-tahun. Hingga akhirnya ia sempat tersadar, ketika ada salah satu keponakannya yang menjadi target operasi petugas. “Dari kejadian keponakan itulah, saya kemudian insyaf. Saya memerangi diri saya untuk tidak lagi memakai narkoba,” terangnya.
Soal ibadah? Jangan ditanya. Sejak kecil sampai dewasa, Miring mengaku tidak pernah menunaikan salat. Ia pun sempat tersadar, ketika ia menjalani hari-harinya sebagai tukang parkir tahun 90-an. Jalan untuk mencari Tuhan-nya pun mulai ia dapatkan. Yakni, ketika ada salah seorang pengunjung parkir memberinya uang Rp 10 ribu dan tak minta kembalian.
“Waktu itu uang Rp 10 ribu nilainya gede. Saya kemudian berpikir, lha ya Gusti Allah itu sudah welas sama saya. Masak saya diminta manjalankan salat saja ndak mau,” gumamnya.
BACA JUGA:Dukung Festival Kopi Jember, Kapolres: Apresiasi pada Petani dan Komunitas Barista
Lain Miring, lain pula cerita Dedi (44). Pria kelahiran Surabaya yang kini menetap di Pandaan ini mengaku sudah maksiat sejak kelas 6 SD. “Saya sudah mbetik sejak kecil,” ceritanya tanpa tedeng aling-aling.
Soal miras apa saja mereknya jangan ditanya. Dedi faham soal itu. Kenakalannya bertambah ‘gila’ saat berada di jenjang SMA. Ia sudah mengenal narkoba. Mulai ganja, sabu hingga Putaw. Kendati ia mengaku tidak sampai jadi pencandu putow. Bahkan, akibat pergaulan dengan lingkungannya, ia juga pernah mengenal dengan judi online (judol).
“Saya main judol, dan semua yang saya miliki amblas. Rumah ikut terjual,” terangnya.
BACA JUGA:Batu Vespa Fest 2025: Ajang Silaturahmi Komunitas dan Aksi Nyata Dongkrak Pariwisata Lokal
Dari sinilah kemudian Dedi tersadar. Pelan-pelan, perilaku mbetiknya berkurang. Ia mencoba mencari cara dengan rehabilitasi mandiri. Sembari juga ia bersyukur memiliki istri yang sabar. “Saya bersyukur sekali mendapatkan istri yang sabar seperti dia. Saya mulai sadar dan mengerti Islam juga dari istri saya,” cetusnya.
Ibu Pernah Berpesan: “Masak Kalau Ibu Mati, Kamu Kirim Sabu”
Lain lagi dengan cerita Robbin (40). Pria asal Pandaan ini pernah mengalami perilaku mbetik (nakal). Sejak kecil, ia sudah mengalami tekan ekonomi. Hal ini karena sang ortu tidak memiliki biaya untuk Robbin. Sehingga sejak kelas 1 SD ia sudah dikenalkan oleh kakak tingkatnya soal narkoba. Mulai menghisap rokok dicampur ganja alias nyimeng.
BACA JUGA:Komunitas Senam Dahlan Iskan Gelar Senam Bersama di Halaman Memorandum
Perkenalan dengan dunia narkoba kian luas, saat beranjak ke jenjang SMP dan seterusnya. Mulai sabu dan putaw sudah ia lakoni. Sampai akhirnya ia mendapat kabar jika kakak kelasnya itu harus dilarikan ke rumah sakit.
Sumber:



