umrah expo

Cerita Kombong Pandaan, Kumpulan Pemuda Mbetik yang Ingin Belajar Apik

Cerita Kombong Pandaan, Kumpulan Pemuda Mbetik yang Ingin Belajar Apik

Jemaah Kombong di Jl By Pass Pandaan saat dalam pertemuan atau kajian.--

“Kata dokter paru-parunya sudah berlubang. Lidahnya kuning dan kering. Terus selang 3 hari, dikabari oleh pihak keluarga, kalau kakak kelas saya itu meninggal,” cetusnya. 

Dari situlah, Robbin tersadar. Bahwa hidupnya juga bakalan tidak jauh dari sang kakak kelas. Kekhawatirannya semakin membuncah ketika ia mengalami badan drop sampai 3 hari. “Dua telinga saya ini sampai keluar darah. Dalam hati saya sudah terbersit; wah, mati saya,” cetusnya. 

BACA JUGA:Polisi dan Komunitas Peduli Dhuafa Bersinergi Salurkan Bansos di Pasuruan

Namun, ternyata Tuhan Allah SWT masih sayang sama Robbin. Ia sempat meminta maaf sama ibunya. Ia pun sepertinya menemukan nyawa kembali. “Alhamdulillah, saya ternyata bisa sembuh. Saya terima kasih sekali sama Allah. Dan sudah janji tidak akan pakai (narkoba) lagi,” tegasnya. 

Sampai dalam suatu kesempatan, Sang Ibu sempat berpesan kepada Robbin. “Masak kalau Ibu nanti mati, kamu kirim sabu!” celetuk sang ibu. Rupany celetukan inilah yang membuat Robbin semakin tersadar. Ia pun berusaha untuk Salat dan mengaji. Ia ingin mencari Jalan Tuhan yang benar. 

Namun, usaha itupun tidak mudah. Pernah dalam suatu kesempatan, ia sempat salat dan mengaji di Musalla desanya. “Saya pernah disemoni (disindir) oleh ustad disana. Apa ndak najis ta kalau kamu solat disini,” celetuk sang ustad kepada Robbin. 

BACA JUGA:Kekecewaan Komunitas Nol Sampah di Pelepasan Balon Festival Rujak Uleg SBEC

Soal Kombong, ia pun bercerita. Awalnya tidak tertarik dengan Kombong. Hal ini dikarenakan ia cukup trauma saat mengajak anak-anak Punk yang sempat difasilitasi di rumahnya. “Saya jengkel sekali sama anak-anak itu. Sudah tak ajak baik-baik ke rumah, eh, malah sepeda motor saya dicuri. Dibawa kabur,” ceritanya. 

Rasa trauma itu kemudian menghinggap di benaknya, ketika ada salah satu teman yang mengajak ngaji di Kombong. “Saya saat itu bilang, jangan mengajak anak-anak jalanan kayak punk lho. Aku sudah pernah kehilangan,” tukasnya. 

Namun rasa traumatik itu perlahan terkikis, setelah menjalani sendiri ikut Kombong. Ia merasa persaudaraan di Kombong begitu kuat. Saling perhatian, saling menguatkan. Untuk yang peserta baru biasanya malah dikunjungi ke rumahnya. Door to door. Termasuk juga setelah kajian, mereka evaluasi dan berkumpul. 

BACA JUGA:Komunitas Nol Sampah Surabaya Sarankan Optimalisasi TPS 3R dan Insentif kepada Masyarakat

“Jadi, ikatan pertemanan kita tidak hanya saat kajian saja. Tapi, terus berjalan door to door,” terangnya. 

Perilaku mbetik yang mereka lakukan masa lalu, coba mereka ekspresikan dalam bentuk tulisan pada kaos mereka. Beberapa Kaos yang mereka kenakan ada tulisan-tulisan unik. “Sedang Tobat Jangan Diajak Maksiat. Biyen mbetik Saiki Belajar Apik”. 

Ada juga tulisan kaos lainnya. “Bahagia itu sederhana. Jalani perintahnya jauhi larangannya. Ayo Ngaji: Taat Bahagia, Maksiat sengsara”. 

Dari slogan di kaos itu, rupanya mereka ingin belajar menjadi orang baik (apik). Dengan cara mengkaji. Meskipun masa lalu mereka suram. Bahkan melalui dunia hitam.(Muhammad Hidayat)

Sumber:

Berita Terkait