SIDAORJO, MEMORANDUM-Kewenangan pengusutan tindak pidana korupsi antar penegak hukum masih menjadi perdebatan dikalangan masyarakat. Banyak masyarakat yang memiliki pemahaman, pengusutan korupsi KPK bisa dilakukan jika kerugian yang dialami di atas Rp1 miliar.
Fakta ini sesuai dengan UU No 30/ 2002 tentang KPK Pasal 11 yang berbunyi : "Dalam melaksanakan tugas, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang penyelidikan, penyidikan, dan terhadap tindak pidana korupsi yang : a. Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggaraan negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, atau penyelenggaraan negara, dan/atau. b. Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1 miliar."
BACA JUGA:Bank UMKM Jatim Siapkan Langkah Strategis Hadapi Tantangan Perbankan
Dalam item selanjutnya disebutkan :
"Dalam hal tindak pidana korupsi tidak memenuhi ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), Komisi Pemberantasan Korupsi wajib menyerahkan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan pada aparat kepolisian dan/atau kejaksaan."
BACA JUGA:Gol Mantan Buat Persebaya Tertinggal 1-0 atas Bali United
Melihat fakta aturan yang ada, banyak pakar hukum yang memiliki pemikiran yang berbeda. Mereka berharap KPK mulai menata diri dan lebih memfokuskan untuk melakukan pengusutan kasus korupsi dengan skala besar. Atau menyerahkan kasus-kasus dibawah Rp1 miliar pada aparat kepolisian atau kejaksaan, supaya ada keharmonisan diantara lembaga penegak hukum.
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Prof. Mudzakir, meminta KPK untuk berkonsentrasi pada kasus hukum besar. Sedangkan, kasus hukum kecil diberikan kesempatan kepada penegak hukum lainnya yaitu Polri atau Kejaksaan untuk melakukan pengusutan, sedangkan KPK melakukan supervisi dalam penanganannya.
"Kasus di bawah Rp1 miliar jika dalam pembuktianya gampang tangkap aja, lalu serahkan kepada aparat penegak hukum yang lain. Mestinya begitu," kata Mudzakir yang pernah disampaikan.
Sementara Pakar Hukum Pidana Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Dr. Hufron., SH. MH mengatakan, sebenarnya selain KPK, aparat penegak hukum kepolisian dan kejaksaan juga memiliki kewenangan untuk mengusut dugaan tindak pidana korupsi. "Sesuai aturan, kepolisian dan kejaksaan memiliki kewenangan untuk mengusut korupsi," katanya.
Namun semua pihak harus memahami, jika KPK memiliki legalitas sesuai dengan pasal 11 UU No 30/ 2002 tentang KPK. Pasal ini memang menyebutkan kalau pengusutan yang dilakukan KPK memiliki kerugian dengan nilai diatas Rp1 miliar. "Ketentuan ini adalah alternatif, diatasnya ada yang berbunyi melibatkan aparat penegak hukum dan penyelenggara negara," paparnya.
Hufron mengharapkan ada koordinasi dalam pengusutan korupsi yang dilakukan antar lembaga penegak hukum. Masing-masing lembaga bisa membuat kesepakatan supaya kasus yang ditangani tidak tumpang tindih.
Dosen Untag Surabaya ini juga menyinggung kasus Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor yang dikabarkan akan melayangkan gugatan pra-peradilan. Menurutnya, gugatan tersebut sah dilakukan, karena Gus Muhdlor memiliki hak hukum yang sama.
"Tinggal kejelian pengacaranya saja untuk melihat kasus ini. Bukti-bukti harus disertakan dengan jelas," papar dia. (*)