SURABAYA, MEMORANDUM.CO.ID – Tak ada niat jahat (mens rea) yang dilontarkan penasihat hukum (PH) Siska Wati, Kasubbag Umum dan Kepegawaian BPPD Sidoarjo dalam kasus pemotongan insentif dibantah Jaksa KPK dalam replik (tanggapan pledoi) di Pengadilan Tipikor Surabaya, Rabu 18 September 2024.
Dalam repliknya, Jaksa KPK Rikhi Benindo Maghaz menegaskan bahwa pledoi (akta pembelaan) yang dilontarkan PH Siska Wati terjadi kekeliruan terhadap mens rea. Rikhi menilai bahwa tidak ada kecermatan hal yang melatarbelakangi.
“Argumen (PH, red) yang keliru. Ini berdasarkan fakta keterangan saksi dan argumen PH merekayasa fakta,” ujar Jaksa Rikhi.
BACA JUGA:Pledoi PH Siska Wati: Singgung Oknum Jaksa hingga Sekretaris dan 3 Kabid yang Tak Tersentuh Hukum
Lanjutnya, bahwa PH menggunakan argumen untuk menggiring opini terkait mens rea. Seperti argumen di poin 5, 6, dan 7.
“Tak dapat dijadikan secara yuridis. Bahwa terdakwa sebagai PPK (pejabat pembuat komitmen),” jelasnya.
Tambah Rikhi, terkait mens rea sebagai seorang ASN mengetahui dan perbuatan tersebut terlarang dan tercela.
BACA JUGA:Bacakan Pledoi, Siska Wati Menangis di Hadapan Hakim
“Tidak ada alasan pemaaf. Tidak adanya mens rea terhadap terdakwa karena bukan pekerjaan dan jabatannya. Untuk itu kami meminta majelis hakim untuk menjatuhkan putusan amar pidana,” pungkas Rikhi.
Seperti diberitakan sebelumnya, bahwa PH Siska Wati, Erlan Jaya Putra menyinggung terkait ada tidaknya mens rea (niat jahat, red) yang dilakukan Siska Wati. Erlan melihat bahwa apa yang dilakukan Siska Wati karena adanya perintah dari pimpinan.
“Siapakah yang harus bertanggung jawab. Niat jahat atau mens rea ada atau tidak, karena apa yang dilakukan (mengumpulkan insentif, red) berdasarkan perintah pimpinan,” ujarnya.
Lanjut Erlan, dari ahli pidana administrasi yang dihadirkan di persidangan, bahwa tanggung jawab secara hukum adalah kepala badan yang saat ini dijabat Ari Suryono.
“Akibatnya Siska Wati dituntut 5 tahun denda Rp 300 juta subsider 4 bulan. Sudah seharusnya penuntut umum objektif berdasarkan fakta di persidangan,” ujar Erlan.
Sebab, Siska Wati sama halnya dengan karyawan lain dengan dipotong insentifnya. “Siska Wati korban. Karena insentif dipotong sama dengan karyawan lainnya,” ujarnya.