TPPO

TPPO

Kolom Pemred Memorandum--

Dua hari lalu saya dapat kabar dari seorang teman. Dia mengabarkan  bahwa si A sekarang sudah ditetapkan sebagai tersangka.

Tidak ditahan, tapi hanya ditetapkan sebagai tahanan kota.

Sontak saya kaget.

Perkara apa?

Teman ini bilang perkara TPPO (tindak pidana perdagangan orang).

BACA JUGA:Marwah MK

BACA JUGA:Krisis Ekonomi

Sepintas saya berpikir, apa yang menyebabkan sahabat saya ini terjerat TPPO?

Dia pejabat Imigrasi yang sekarang bertugas di Bali.

Jauh sebelum itu, saya dapat cerita. Seorang kakak ditahan karena membantu kepulangan adiknya yang bekerja di luar negeri.

Adiknya ini tidak bisa pulang karena urusan dokumen. Setelah tahu gara-gara keinginannya itu, membuat sang kakak berada di balik jeruji besi.

Adiknya ini menyesal. Tahu begitu, ia memutuskan tidak ingin pulang ke tanah air kalau membuat kakaknya sengsara.

Kita tahu, ribut–ribut soal TPPO ini terjadi pada akhir Mei lalu. Presiden Jokowi memerintahkan langsung Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit membarantas pelaku TPPO.

Sejak itu, hampir setiap instansi sibuk mencari mana itu TPPO. Semua instansi berebut untuk menjadi yang terdepan memberantas perdagangan orang melalui modus sebagai pekerja migran.

Sampai hari ini, persoalan TPPO ini masih menjadi kasak-kusuk dengan penafsiran yang berbeda-beda di antara aparat penegak hukum (APH). Termasuk juga instansi lain seperti Kemenkumham, BP2TKMI, Kemenag ataupun lainnya. Sempat ada celotehan: bisa jadi, kalau sudah dapat kerja di luar negeri, jauh dari TPPO. Tapi ketika tidak dapat kerja ngakunya korban. Masih simpang-siur memang.

Berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, sejak 2017 hingga (Oktober) 2022, tercatat ada 2.356 laporan korban tindak pidana perdagangan orang atau perdagangan manusia.

Sebanyak 50,97% dari korban perdagangan manusia merupakan anak-anak, 46,14% merupakan korban perempuan, dan 2,89% merupakan laki-laki. Sebenarnya, kasus perdagangan manusia masih marak terjadi di Indonesia. Tidak hanya di luar negeri, di dalam negeri pun bisa masuk kategori TPPO. Hanya saat ini masih belum ada rumusan tertentu. Misalnya memperkerjakan asisten rumah tangga (ART).

Pengertian Perdagangan Manusia
Banyak yang mengira bahwa perdagangan manusia adalah tindakan penjualan orang (manusia) kepada orang lain. Namun, definisi tersebut tidak terbatas pada “penjualan” semata. Kemudian, penting untuk diketahui bahwa dalam perundang-undangan, perdagangan manusia dikenal dengan istilah perdagangan orang.

Dalam Pasal 1 angka 1 UU 21/2007 mendefenisikan perdagangan orang atau perdagangan manusia adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan. Sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antarnegara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

Yang perlu diwaspadai adalah modus Perdagangan Manusia di Indonesia. Sebab, perdagangan manusia di zaman modern dilakukan dengan sejumlah modus. Beberapa di antaranya pengiriman TKI ke luar negeri tanpa adanya dokumen resmi. Sebagian bahkan memalsukan dokumen resmi dengan dalih kegiatan legal, misalnya misi budaya.

BACA JUGA:Like and Dislike

BACA JUGA:Darurat Narkoba VS Konstruksi Kepentingan

Kita perlu mewaspadai. Sebab, hal itu terjadi bukan tanpa alasan. Sangat memungkinkan faktor yang menyebabkan terjadinya TPPO antara lain kemiskinan. Kemiskinan merupakan salah satu fenomena sosial yang tidak kunjung selesai.

Ada berbagai hal yang menyebabkan kemiskinan, di antaranya lapangan kerja yang minim, kurangnya pengetahuan akan dunia ketenagakerjaan dan dunia usaha, dan faktor internal yang menyebabkan ketimpangan antara pengeluaran dan pendapatan.

Lalu rendahnya pendidikan. Perdagangan orang dan kemiskinan berkaitan erat. Pelaku tentu saja mengincar motif ekonomi agar tidak terjerat kemiskinan. Sementara para korbannya, diiming-imingi sejumlah hal untuk dapat keluar dari kemiskinan. Misalnya, tawaran bekerja di luar negeri dengan gaji fantastis, tawaran menikah paksa agar kondisi ekonomi membaik.

Melihat berbagai kasus TPPO yang terjadi di Indonesia, baik di dalam maupun luar negeri, maka perlu adanya upaya yang serius untuk mencegah dan memberantas kejahatan ini. Upaya tersebut harus dilakukan secara komprehensif dan melibatkan berbagai pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun swasta.

Pemerintah perlu memperkuat regulasi dan penegakan hukum TPPO. Selain itu, pemerintah juga perlu memberikan edukasi kepada masyarakat tentang TPPO, termasuk modus-modus yang sering digunakan oleh pelaku. Masyarakat juga perlu meningkatkan kewaspadaan dan melaporkan kepada pihak yang berwenang jika mengetahui adanya kasus TPPO.

Sumber: