Penataan Belum Selesai, PKL Jalan Srikana Tempati Tenda Darurat
Surabaya, memorandum.co.id - Puluhan pedagang kaki lima (PKL) di Jalan Srikana resah. Pascapembongkaran, kini mereka tak bisa berjualan. Pantuan memorandum.co.id, bantaran sungai Jalan Srikana yang sebelumnya ditempati puluhan stan semi permanen PKL, kini rata degan tanah. Mereka terpaksa tak berjualan lantaran tak punya lahan. Kini mereka hanya berharap jaji dari Pemerintah Kota Surabaya yang akan melakukan penataaan PKL. Adtiya, PKL di sana mengaku, sikap pemerintah dalam melakukan penggusuran sangat tidak manusiawi. Lantaran PKL hanya diberi tempo waktu 3 hari sebelum penertiban dilaksanakan. "Kami di sini sudah sejak tahun 2017. Ada 7 tahun kami berjualan di sini. Kami sebagai rakyat kecil tak bisa berbuat apa apa. Menolak pun tetap saja dibongkar, selain hanya mengikuti aturan pemkot meski sangat terpaksa," kata Adtya, Jumat (24/3/2023). Hingga kini nasib pedagang belum jelas alias digantung. Sebab tak bisa berjualan selama 3 pekan sejak pembongkaran waktu itu. "Harusnya pembongkaran dilakukan usai Lebaran mendatang. Supaya apa? Momen puasa ini menjadi peluang untuk UMKM meningkatkan perekonomian," ungkapnya. PKL tak bisa memutar keuangan. Untuk mencukupi kebutuhan sehari hari pun kesulitan. Sebab, sebelumnya penghasilan rata-rata per hari kurang lebih Rp 1 juta. Karena tak berjualan otomatis, kini mati mata pencahariannya. "Kalau gini kan kita nggk jualan. Terus gimana untuk penghasilan kita. Mau beli makanan tidak bisa, mau belanja-belanja tidak bisa. Uang dari mana? pemasukan tidak ada soalnya udah dibongkar. Pengeluaran sehari-hari kan banyak," jelasnya. Meski sudah bisa bernafas lega lantaran diberikan ruang untuk kembali berjualan di tempat yang sama, PKL mendesak agar pemkot segera membangunkan kembali stan yang sudah diwacanakan. Supaya PKL bisa kembali beraktifitas. "Saat ini belum ada upaya lebih lanjut dari Pemkot Surabaya. Hanya janji-janji semata. Menurut informasi akan dibangun setelah Lebaran,” imbuhnya. Namun pihaknya tak setuju dengan konsep baru yang dilakukan Pemkot Surabaya. Lantaran penataan PKL yang belum selesai sesuai janji Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya adalah dengan konsep kontainer. “Tidak setuju dengan konsep kontainer karena akan diberlakukan shift pagi dan shift malam. Satu kontainer diisi dua PKL. Gantian penggunaannya. Untuk biaya sewanya belum tahu,” cakapnya. Hal serupa juga diutarakan Pak No sapaan akrabnya, pembongkaran ini memperpuruk nasib pedagang kecil seperti dirinya. "Saya buka warung kopi di sini. Kalau ditutup gini ya gimaba untuk kebutuhan hidup. Penertiban ini sangat menyengsarakan kami sebagai warga Surabaya," keluhnya. Oleh karena itu sejumlah PKL mendirikan stan alakadarnya. Dengan uang patungan pribadi dan alat alakadarnya mereka mendirikan tenda di lokasi tersebut. Tenda tersebut memiliki penutup terpal dan disangga dengan kayu dan pipa besi dan diikat menggunakan tali rafia. Kendati demikian, ketika diterjang angin dan turun hujan. Tenda pun tak kuat menahan kencangnya angin dan air hujan sehingga riskan akan roboh. "Ada sekitar 11 pedagang yang akan menempati lokasi tempat penampungan sementara ini. Tapi sampai sekarang belum ditempati. Karena tendanya belum siap. Pun kondisinya sangat riskan, kalau tendanya tadi keterjang angin sehingga amburadul dan membuat kondisinya tak karu karuan," ungkap Pak No. Sementara sebelumnya, adanya penataan oleh Pemkot Surabaya beberapa waktu, para pedagang kaki lima (PKL) di Jalan Srikana bisa kembali berjualan. Kepastian PKL tetap berjualan, setelah dilakukannya pertemuan antara perwakilan PKL, pihak Kecamatan Gubeng dan Dinas Koperasi dan perdagangan Pemkot Surabaya yang diinisiasi oleh wakil ketua Komisi B DPRD Kota Surabaya, Anas Karno. Sementara itu, Devie Afrianto, kepala bidang distribusi perdagangan, Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah dan Perdagangan mengatakan jika saat ini pihaknya tengah melakukan upaya untuk percepatan penataan agar PKL bisa berjualan. "Target kita sudah terpaving karena, konsep kita ini nantinya terbuka. Dimana nanti perataan selesai akan dilanjutkan dengan mendatangkan both berupa kontainer-kontainer," kata Devie. Devie juga menyebutkan bahwa untuk jumlah pedagang yang sudah terdata adalah sekitar 25 pedangan yang terdiri dari warga lokal. "Ini tujuan kita untuk menata dan merubah stigma PKL menjadi pengusaha makanan dengan menata dan memberikan fasilitas yang memadai," terangnya. Namun, Devie belum bisa memastikan konsep SWK atau program padat karya yang akan digunakan untuk pengelolaan para pedagang di Srikana tersebut. "Kita belum bisa pastikan pila apa yang kita gunakan konsep SWK atau padat karya. Yang pasti para pedagang ini bisa kembali berjualan, itu target utama," pungkasnya. (alf)
Sumber: