Muji Santoso, Maestro Boneka Tali Jalan Tunjungan

Muji Santoso, Maestro Boneka Tali Jalan Tunjungan

Muji Santoso dibantu Makswin menggelar pertunjukan di Jalan Tunjungan. Surabaya, memorandum.co.id - Berpenampilan sederhana, tidak ada yang menyangka maestro boneka tali jalanan, Muji Santoso (40), adalah alumni ITS jurusan Multi Media. Ia berani banting setir dari pekerjaan mapannya, untuk menggeluti dunia dongeng. Menariknya, pria bertubuh kurus berkulit coklat ini, menyalurkan dongeng Nusantara di jalanan. Memakai media panggung tidak lebih dari 60 sentimeter, dan papan backdroup setinggi 1 meter bertuliskan Wayang Golek Duit, Muji Santoso menggelar pertunjukan dibantu anaknya, Makswin yang kini sekolah musik di Purwacaraka. Mengiringi aksi dalang ‘wayang golek duit’ di hadapan penonton jalanan. Makswin memainkan musik biola menggiringi sang ayah menggerakkan tali boneka. Seakan hidup, boneka setinggi 40 centi meter yang digerakkan dengan tali dikaitkan ke tangan sang dalang, membuat pertunjukan kurang lebih 20 menit ini, begitu menarik. Boneka tali ini mampu menari menggerakkan tangan dan kaki boneka. “Saya di Jalan Tunjungan ini kurang lebih 4 bulan. Setelah pak Wali Kota menghidupkan kembali kegiatan tongkrongan di Jalan Tunjungan. Alhamdulillah saya bisa menunjukkan kreasi berkesenian,” tutur dia. Terjun bebas dari dunia kerja berkarir mapan dengan menjadi seniman jalanan, membuat pria yang tinggal Jambangan 9 ini terus menunjukkan karyanya. “Saya meninggalkan dunia arsitek 10 tahun lalu, dan beralih ke street show dengan boneka tali seperti ini,” terang Muji Santoso saat menggelar pertunjukan di trotoar Jalan Tunjungan. Pria yang akrab di sapa Jeje ini, menyebutkan properti boneka adalah cara berkesenian asal negara barat. Namun cerita pertunjukkan yang disampaikan adalah kisah-kisah cerita nusantara. Seperti cerita Roro Jongrang, cerita Malin Kundang. Banyak edukasi yang ia sampaikan tentang kemajuan jaman Kota Surabaya melalui pertunjukan boneka tali. “Saya belajar boneka tali ini, saat dikirim perusahaan tempat bekerja dulu ke Amerika sekitar tahun 2012. Saat itu saya masih arsitek,” tutur Muji Santoso. Meski berkarya di jalanan, Muji Santoso menunjukkan sebagai pendongeng profesional. Sebelum pandemi, melakukan kegiatan donggeng dengan piranti film animasi ke sekolahan-sekolah. Namun kegiatannya berbalik, begitu sekolah menjalankan pembelajaran work from home (WFH). “Semuanya berubah karena pandemi,” tutur dia. Selama dua tahun pandemi tidak msmbuat Muji Santoso berkecil hati. Seniman jalanan yang memanfaatkan halaman parkir di toko-toko modern yang tersebar di sejumlah wilayah Kota Surabaya. Ia menyebutkan kalau wayang di asia, dalangnya duduk. Berbeda dengan pertunjukan dari negara barat, dalangnya berdiri. “Seperti saya ini kan sama seperti dalang. Memainkan objek bercerita. Bedanya sebagai dalang saya memainkan tali boneka dengan berdiri di belakang backdroup panggung,” urai dia. Sebagai seniman jalanan, Muji Santoso menunjukkan dirinya merupakan intan yang bisa membanggakan Kota Surabaya. Melalui karyanya, Muji akan memberikan edukasi ke masyarakat melalui kesenian jalanan. “Saya akan konsisten menunjukkan karya kepada masyarakat melalui berkesenian,” tutup Muji. (day)

Sumber: