Partisipasi Perempuan di Parlemen Jatim Rendah

Partisipasi Perempuan di Parlemen Jatim Rendah

Surabaya, Memorandum.co.id - Partisipasi perempuan Jawa Timur di kursi parlemen masih sangat rendah. Saat ini DPRD Jatim periode 2019-2024 keterwakilan perempuan hanya 18 persen dari total akumulasi 120 anggota. Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Anik Maslachah menjelaskan, minimnya keterlibatan perempuan dalam kancah politik di Jatim disebabkan beberapa faktor. “Kurangnya kesadaran partai politik terhadap pentingnya memberikan posisi strategis bagi perempuan,” terang politisi PKB Jatim ini. Saat ini masih belum banyak partai politik yang menonjolkan peran perempuan sebagai salah satu elemen kepartaian. "Tidak banyak partai yang memberikan posisi strategis untuk para perempuan sehingga ini akan berpengaruh kepada pemberian peluang untuk bisa berperan serta dalam hal hal pengambilan kebijakan strategis," kata Anik. Sekretaris PKB Jatim ini mengaku, dirinya menjadi perempuan pertama di pimpinan DPRD Jatim. “Keterwakilan perempuan di DPR harus diiringi dengan sebuah pengawalan dan perjuangan yang berporos pada gender yang bisa berkelanjutan dama proses politik,” kata dia. Kurangnya kepercayaan dalam diri perempuan untuk bisa maju dan berpartisipasi dalam dunia politik, lanjut Anik Maslachah, karena dipengaruhi norma budaya dan masih melekatnya sistem budaya patriarki dalam kehidupan masyarakat. Selanjutnya demi menarik minat keterlibatan perempuan dalam politik, partai hendaknya memberikan apresiasi lebih. Salah satunya dengan memberikan nomor urut cantik pada saat pencalonan. Hal tersebut akan berefek besar kepada tingginya elektabilitas sosok calon. "Walaupun sistem pemilu itu mensyaratkan suara terbanyak bukan urutan. Namun masyarakat masih men-jutice bahwa caleg yang urutannya bagus menunjukkan keberadaannya penting di partai terkaui dipartai," ujarnya. Tidak hanya itu, mantan kader IPPNU Jatim ini menilai pola rekrutmen kepartaian yang masih timpang. Kebanyakan dari kader perempuan yang berpartisipasi di partai, tidak melalui kaderisasi yang terstruktur. Bahkan terkesan datang saat penggelaran pemilihan saja, yang mengakibatkan pencalegkannya cenderung tidak maksimal. Lebih dari itu, peran serta partai dalam menarik kader perempuan harus dilebih genjot lagi, tidak hanya mementingkan pengisian kuota 30 persen caleg perempuan, agar dapat berkontestasi dalam pemilihan. "Ada juga partai karena tidak mempunyai kader perempuan jadi asal comot. Karena ingin memenuhi undang-undang pemilu yang mensyaratkan wajib 30 persen ada caleg perempuan," kata Anik.(day)

Sumber: