LPMK Rangkap Jabatan Parpol, Dewan: Dilarang dan Harus Mundur!

LPMK Rangkap Jabatan Parpol, Dewan: Dilarang dan Harus Mundur!

Surabaya, memorandum.co.id - Sebagai ketua RT, RW, dan LPMK, pemerintah melarang adanya dualisme jabatan. Hal itu ditegaskan dalam Permendagri 18 tahun 2018 tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD) dan Lembaga Adat Desa. Di pasal 8 ayat 5 berbunyi, pengurus LKD dilarang merangkap jabatan pada LKD lainnya dan dilarang menjadi anggota salah satu partai politik (parpol). Mengacu pada permendagri, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menerbitkan Perwali 29 tahun 2019 tentang Tata Cara Pemilihan Pengurus Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK), Pengurus Rukun Warga (RW), dan Pengurus Rukun Tetangga (RT). Serupa dengan permendagri, Perwali 29 pasal 6 ayat G pun menandaskan, bahwa setiap calon pengurus LPMK harus memenuhi syarat yakni tidak merangkap jabatan pada lembaga kemasyarakatan lainnya dan bukan merupakan anggota salah satu parpol dibuktikan dengan surat pernyataan. Kendati aturan-aturan tersebut sudah bulat dan jelas, namun masih banyak ketua RT, RW, dan LPMK rangkap jabatan. Salah satunya Zaenal Arifin, ketua LPMK Wonokusumo sekaligus ketua PAC Semampir PDI Perjuangan Surabaya. “Iya, saya ketua LPMK Kelurahan Wonokusumo. Selain itu juga ketua PAC Semampir PDI-P Surabaya, baru ditunjuk minggu lalu, tetapi SK-nya belum turun. Kita profesional, bisa membedakan. Waktu LPMK ya LPMK. Kalau waktu PAC, ya PAC,” cetusnya, Senin (6/12/2021). Saat disinggung mengenai aturan dalam perwali yang melarang rangkap jabatan, menurutnya tidak ada yang salah. Menurutnya boleh karena perwali hanya melarang ketika pencalonan dan pendaftaran. Sehingga di tengah jalan sebagai ketua LPMK, Zaenal merasa sah dan tidak masalah jika kemudian menjadi anggota partai. “Kalau di tengah jalan itu aturannya tidak ada. Kita kan sudah komunikasi dengan Pak Adi selaku Ketua DPRD Surabaya. Menjelang pilkada, jadi kalau kita di tengah jalan lalu dicalonkan ya tidak ada masalah. Tergantung kitanya saja menempatkan diri. Selama kondusif tidak masalah. Kan mau bagaimana lagi, sudah di tengah jalan, jadi ditunggu saja sampai masa jabatan saya habis (sebagai ketua LPMK) di 2022,” tandasnya. Zaenal memaparkan, tak hanya pihaknya saja. Namun ketua LPMK di wilayah Benowo dan Pakis disebut juga melakukan rangkap jabatan sebagai ketua PAC PDI-P setempat. Begitu pun para ketua RW di wilayah Kelurahan Wonokusumo, banyak dari mereka merupakan anggota partai. “Saya dulu kan juga pernah jadi ketua RW tiga periode. Lalu jadi ketua PAC juga. Selama kita bisa mengemban tugas dan amanah tidak ada masalah. Pemilihan RT, RW, dan LPMK ini kan hasil musyawarah mufakat. Dan banyak (rangkap jabatan) tidak hanya saya saja,” bebernya. Sementara itu, anggota Komisi A DPRD Surabaya Imam Syafii menegaskan, terkait dualisme jabatan ini sangat jelas dilarang pada saat mendaftarkan diri sebagai calon ketua RT, RW, dan LPMK. Bahkan setelah terpilih dan diresmikan, secara tak langsung aturan tersebut terus mengikat. “Tidak bisa seperti itu. Logika hukumnya di mana, wong sebagai syarat, kok. Misalnya orang mau salat kan syarat sahnya wudhu, kalau dilanggar otomatis ya batal. Kalau punya malu dan punya etika, harus siap mundur dan memilih salah satu,” tegas wakil rakyat dari NasDem ini. Menurut Imam, aturan-aturan tersebut dibuat sebagai wujud mengantisipasi konflik kepentingan. Mengingat RT, RW, dan LPMK memiliki warga yang bisa dimanfaatkan sebagai kepentingan politik. Senada dengan rekan sejawatnya, Fatkur Rohman pun sepakat. Berdasarkan permendagri dan perwali, ketua RT, RW, dan LPMK tak boleh merangkap jabatan. Alasannya, dikhawatirkan akan ada konflik kepentingan. “Semangat perwali kenapa tidak boleh double (rangkap) jabatan, menurut saya adalah faktor beban kerja agar efektif. Jika kemudian posisi ketua RT, RW, dan LPMK kosong karena faktor di tengah jalan dan mengingat mereka bukan infrastruktur pemerintahan, maka kaidahnya adalah dikembalikan kepada mekanisme pemilihan awal yakni, para ketua RT/RW bermusyawarah kembali bersama pengurus RW difasilitasi oleh panitia yang dibentuk kelurahan,” kata legislator PKS ini. Sementara itu, Kepala Bagian Administrasi Pemerintahan dan Otonomi Daerah Kota Surabaya Arief Boediarto mengatakan, bahwa itu semestinya tidak boleh. "Itu harusnya ditemukan pada saat pemilihan dulu. Masalahnya sudah terlanjur dilantik," jelas Arief. Tambah Arief, pihaknya akan mencari informasi terlebih dahulu untuk menentukan langkah-langkah apa yang akan diambil pemkot. "Belum tahu pastinya di mana, cari tahu dan akan rumuskan dengan tim pemkot," tambahnya. Disinggung apakah akan dilakukan pencopotan, Arief menambahkan pihaknya masih merapatkan dengan tim pemkot. "Ini kan baru berita burung, kita pastikan dulu kenyataan riilnya gimana," pungkasnya. (mg3/fer)

Sumber: