I Love You, Linda. Pulanglah (1)

I Love You, Linda. Pulanglah (1)

Ospek Tak Terlupakan

Budi (samaran) tidak pernah dekat dengan gadis. Linda, teman kuliah, adalah satu-satunya yang sanggup memikat hati Budi. Linda adalah adik kelas tetapi beda fakultas dan jurusan. Budi dan Linda pertama bertemu di forum ospek (orientasi studi dan pengenalan kampus). Linda sebagai maba (mahasiswa baru), sedangkan Budi sebagai panitia. “Aku jatuh hati pada pandangan pertama,” kata Budi di kantor pengacara sekitar Pengadilan Agama (PA) Surabaya, Jalan Ketintang Madya, beberapa waktu lalu. Ketika kami bertemu pada jalan sehat HUT kemerdekaan RI di Kecamatan Paciran, tempat tinggal mertua Memorandum, akhir Agustus lalu. Sebagai panitia, Budi tertarik mendekati Linda karena dia selalu menyendiri di sela kegiatan. Wajahnya murung. Ketika ditanya, gadis yang mengaku berasal dari Blitar itu mengatakan tidak ada apa-apa. Hatinya hanya sedih karena berpisah dari orang tua. Ternyata mereka berasal dari kota yang sama, karena itulah cepat akrab. Di akhir acara, Linda pingsan. Saat itulah Budi memperhatikan Linda dengan seksama. “Orangnya cantik. Tapi sepertinya sedang memendam masalah. Tampak ada aura hitam di wajahnya,” kata Budi. Sekitar sejam kemudian Linda siuman. Tiba-tiba Linda memeluk Budi. “Terima kasih Kak,” katanya. Hari itu Budi mengantarkan Linda pulang. Rumahnya mungil tapi bersih. “Ini rumahku, Kak. Rumah kecil-kecilan. Daripada kontrak atau indekos,” jelas Linda, yang tinggal di rumah itu bersama seorang pembantu. Sejak itu hubungan Linda dan Budi jadi akrab. Walau begitu, mereka tidak pernah membicarakan keluarga masing-masing. Untuk menjaga privasi. Mereka memang berusaha menjaga agar tidak terlalu jauh mencampuri urusan orang lain. Hingga suatu hari Linda mendapatkan kabar dari desa. “Kakak bisa meninggalkan aku?” pinta Linda. “Kenapa?” Linda memandang mata Budi. Lekat-lekat. Seolah ingin mentransfer kesedihan di hatinya dan menimba kekuatan jiwa pemuda tersebut. “Jangan, Kak. Kakak orang baik dan tidak sepantasnya aku melibatkan Kakak ke dalam kesedihanku.” Budi pun pulang. Keesokan harinya dia kembali, tapi Linda tidak ada. Dia pulang ke Bllitar. Budi hanya ditemui pembantu. “Kabarnya Mbak Linda diputusin pacarnya. Sekarang mereka sedang menyelesaikan masalah. Tapi ini rahasia lho,” kata si pembantu. Budi tidak mengucapkan apa pun. Cuma tersenyum dan mengangguk. Beberapa hari kemudian Linda balik ke Surabaya. Budi sama sekali tidak bertanya soal pacar, bagaimana kelanjutannya, atau membicarakan terkait masalah itu. Seolah tidak terjadi apa-apa. Budi, yang sejak pandangan pertama menaruh hati terhadap Linda, malah mencoba memanfaatkan kekosongan hati gadis tersebut. Budi bertanya kepada Linda apakah punya teman yang masih jomblo dan ingin mencari pasangan? “Aku sudah lama ingin mencari pasangan,” kata Budi. Linda cuek. Tidak menanggapi sama sekali. Ia membahas soal lain, seolah tidak mendengar pernyataan Budi. Budi mencoba maklum karena Linda baru ditinggal cowoknya. Budi tidak putus asa. Hampir tiap hari dia melontarkan pernyataan dan pertanyaan yang sama. Sekitar tiga bulanan. “Kak Budi serius?” akhirnya Linda menanggapi. Tapi, sesaat kemudian pamit tidur karena kepalanya pusing. (jos, bersambung)        

Sumber: