Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Disnaker Jatim Gandeng Jurnalis

Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Disnaker Jatim Gandeng Jurnalis

Surabaya, memorandum.co.id - Tingginya risiko pekerjaan ditanggung jurnalis memantik kesadaran tentang pentingnya penerapan kesehatan dan keselamatan kerja (K3). Disnakertrans Jawa Timur mengandeng Komunitas Jurnalis K3, dan Asosiasi Ahli K3 (A2K3). Kabid Pengawas Disnaker Jatim Sigit Priyanto menyebutkan, risiko jurnalis sangat tinggi dalam menjalankan tugasnya. Karena itu, dirinya mendorong agar wartawan harus dilindungi saat menjalankan pekerjaan. "Sebelum melakukan aktivitas dipastikan SOP keselamatan kerja. Harus belajar dengan dasar keselamatan kerja," tegas Sigit Priyatno. Ia berharap ada penyusunan usulan panduan identifikasi budaya dan perilaku risiko keselamatan dan kesehatan kerja (K3) Wartawan. "Pewarta ini menginisiatori pembuatan panduan K3 khusus untuk wartawan," tutur dia. Menurut Sigit, wartawan mempunyai peran dan tanggung jawab yang besar.. Jurnalis memperoleh dan menjaga informasi akurat untuk disampaikan ke publik. Berita yang disampaikan para wartawan melalui media massa dapat merupakan sarana pendidikan, memberikan pencerahan serta memberikan informasi yang obyektif. Sementara itu, Katamsi Ginano, General Manager External Affairs PT Merdeka Copper Gold. Ia memberikan beberapa perbandingan dalam penerapan K3 sektor pertambangan. Menurutnya ada dua cara dalam penerapan K3. Yakni pemaksaan melalui aturan dan membentuk kesadaran (budaya). "Keselamatan seharusnya adalah hal pertama yang harus dibahas sebelum urusan kerja," tutur Katamsi Ginano. Penerapan K3, diperlukan dedikasi penuh. Tidak cukup hanya pemaksaan melalui aturan atau pembiasaan membentuk budaya. Mantan wartawan Republika ini juga menegaskan, aturan dan budaya keselamatan adalah nomor satu dalam menghindari risiko kecelakaan kerja. Tetapi berpikir keselamatan, derajatnya lebih tinggi dibanding aturan dan budaya K3. Pada kesempatan itu, Edi Priyanto anggota Asosiasi Ahli K3 (A2K3) menegaskan, pentingnya identifikasi bahaya dan penilaian risiko K3 . Risiko diidentifikasi dan diukur, maka akan bisa dilakukan mitigasi atau pencegahan, agar kejadian buruk yang bisa menimpa wartawan tidak terjadi. Karena setiap pekerja formal dan informal berhak mendapatkan jaminan K3 yang sesuai karena setiap pekerjaan memiliki risiko. "Semakin tinggi risiko pekerjaan, semakin tinggi pula kebutuhan akan jaminan K3," terang dia. Payung hukum dari penerapan K3 adalah UU 13/2003 tentang Ketenegakerjaan. Dalam undang-undang itu, ketenagakerjaan- termasuk di dalamnya adalah K3- diatur agar tidak merugikan berbagai pihak, yaitu tenaga kerja dan perusahaan bersangkutan. Dasar hukum penerapan K3 lainnya adalah UU 1/1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Dalam UU 1/1970 setidaknya ada tiga poin penting. "Pertama, melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja. Kedua, menjamin setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien. Ketiga, meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas nasional," tutur Edi Priyanto yang juga Direktur SDM PT Pelindo III. Ketua panitia komunitas K3 Rochman Arief, menerangkan, pekerjaan wartawan, karakteristiknyal berbeda dengan sektor lain. Antara lain pekerjaan wartawan dilakukan di tempat kerja yang berpindah-pindah. Wartawan menempuh perjalanan dari suatu tempat sumber berita yang satu, ke tempat sumber berita yang lain.Di sini sering menemui situasi membahayakan. Jurnalis Nyedulur.com menerangkan, sampai hari ini belum ada panduan K3 bagi jurnalis seperti halnya panduan K3 bagi sektor industri lainnya. Pekerjaan seorang wartawan lebih banyak mengandung resiko, dibanding dengan pekerjaan lain. "Pemberian pemahaman pentingnya K3, pemenuhan syarat-syarat K3, pemberian alat pelindung diri dan pemeriksaan kesehatan kerja," kata Rochman Arif. (day)

Sumber: