Pandemi Covid-19, Kemiskinan di Surabaya Naik
Surabaya, memorandum.co.id - DPRD Kota Surabaya memprediksi kenaikan angka penduduk miskin di Surabaya akan semakin tinggi akibat pandemi Covid-19. Menilik pada data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Surabaya Maret 2020, jumlah penduduk miskin meningkat dibandingkan Maret 2019. Sebelumnya, BPS Provinsi Jatim mengumumkan profil kemiskinan September 2020, namun hanya mencakup skala provinsi dan nasional. Penduduk miskin di Jatim naik menjadi 4.58 persen akibat pandemi. "Jadi, tidak di detailkan sampai ke tingkat kota dan Kabupaten. Sehingga Surabaya masih mengacu pada update data bulan Maret 2020. Berdasarkan data tersebut, kemiskinan mengalami kenaikan 0,51 persen," ungkap Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya Reni Astuti, Selasa (16/2/2021). Menurut Reni, jika mengacu pada data BPS Jatim September 2020 yang mengalami kenaikan angka penduduk miskin, dapat diprediksi bahwa Kota Surabaya juga mengalami kenaikan lebih tinggi dari Maret 2020. Pasalnya, angka kemiskinan di Kota Surabaya lima tahun terakhir sampai 2019, relatif mengalami penurunan namun tidak begitu tajam, yaitu 4,51 persen dari 3.095.26 jiwa penduduk Surabaya kala itu. "Hal itu menunjukkan bahwa masih ada sekitar 130,55 ribu jiwa penduduk miskin di Kota Surabaya pada 2019. Dan pada Maret 2020 naik menjadi 145,67 ribu jiwa penduduk miskin di Kota Pahlawan," beber Reni. Kenaikan angka penduduk miskin pada Maret 2020 silam, juga bertepatan dengan awal masa pandemi Covid-19 namun sudah membawa dampak pada naiknya angka kemiskinan. "Bila ditarik hingga pembaharuan data pada September 2020, sangat dimungkinkan kalau mengalami kenaikan lebih tinggi atau bahkan Maret 2021 nanti. Begitu pula dengan angka pengangguran, pada Agustus 2020 mengalami kenaikan hampir dua kali lipat atau 85 persen, dari 5,67 menjadi 9,02 kalau tidak salah. Dan ini semua faktor terbesarnya adalah pandemi," papar Reni. Sementara itu, Guru Besar Sosiologi FISIP Unair Prof Bagong Suyanto mengatakan bahwa naiknya angka penduduk miskin di daerah perkotaan lebih berat dibanding pedesaan. Menurut Bagong, di daerah pedesaan masih banyak pranata sosial yang fungsional dalam mengurangi tekanan kebutuhan hidup. Seperti gotong royong dan hubungan kekerabatan yang terjalin baik. "Sebaliknya, pranata-pranata sosial tersebut di daerah perkotaan sudah banyak memudar dengan pola relasi yang lebih kontraktual, sehingga warga miskin di kota lebih susah," ungkap Pakar sosiologi ekonomi ini. Dalam rangka mengentas angka kemiskinan di masa pandemi ini, Bagong percaya bahwa sektor perekonomian informal yang bersifat lentur atau fleksibel dapat menolong masyarakat yang terdampak pandemi layaknya PHK. "saya akui, sebagian terselamatkan oleh ekonomi digital. Tetapi bagi mereka yang di PHK, peluangnya adalah bekerja di sektor ekonomi yang sifatnya informal bahkan masuk kedalam kategori nonlegal, bukan ilegal," terangnya. Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Kota Surabaya Suharto Wardoyo mengaku tidak mengetahui naiknya angka kemiskinan di Kota Pahlawan. "Saya tidak tahu, daripada nanti salah lebih baik konfirmasi ke Pemprov Jatim atau ke Bappeko, atau juga ke BPS nya langsung," kata Nanang, sapaan Suharto Wardoyo. (mg-1/fer)
Sumber: