umrah expo

Tragedi Jalur Maut Gresik: Perlintasan 'Resmi' Tanpa Penjaga, PT KAI dan Pemkab Saling Lepas Tangan

Tragedi Jalur Maut Gresik: Perlintasan 'Resmi' Tanpa Penjaga, PT KAI dan Pemkab Saling Lepas Tangan

Tim pengacara Majuri dari RAS LAWFIRM. -Eko Yudiono-

Padahal fakta di lapangan, alat-alat tersebut yang dibangun oleh pemerintah provinsi aktif tapi tidak terjaga (bukan rusak).

Majelis hakim menyoroti sistem kendali perlintasan. Berdasarkan keterangan saksi, idealnya kendali genta dan sirine beroperasi secara paralel dari stasiun terdekat, yaitu Stasiun Indro. 

Ketika kereta akan melintas, seharusnya ada komunikasi melalui sistem toka (semacam telepon khusus antar petugas) antara stasiun dan pos penjaga perlintasan, lalu petugas pos akan menutup palang pintu. Namun, di JPL 11, komunikasi ini tidak terjadi karena tidak ada petugas yang ditempatkan.

BACA JUGA:Lagi, KA Jenggala Tabrakan dengan Truk Forklift yang Parkir Langgar Rumija di Gresik

Hakim pun mempertanyakan mengapa sistem yang berizin dan lengkap ini dibiarkan tidak aktif, sementara PT KAI selaku operator hanya bisa berkoordinasi dengan Dishub setempat. 

"Harusnya ditutup dong," tegas majelis hakim, menekankan bahwa jika kendali ada di pos dan pos tidak dijaga, seharusnya perlintasan tersebut ditutup untuk menghindari kecelakaan.

Dalam persidangan, Trias Setyowati mengungkapkan bahwa PT KAI tidak memiliki wewenang penuh atas perlintasan tersebut karena statusnya hanya sebagai operator, bukan pemilik prasarana. Pemilik prasarana adalah Kementerian Perhubungan. 

BACA JUGA:6 Orang Diperiksa Terkait Kecelakaan KA Jenggala, Termasuk Kepala Dishub Gresik

Namun, fakta yang paling disayangkan adalah tindakan reaktif yang dilakukan KAI setelah kecelakaan terjadi. 

"Makanya kemarin waktu setelah kejadian kami langsung nutup itu perlintasannya," tutur Trias.

Tindakan ini langsung menuai kritik dari majelis hakim. Penutupan perlintasan tanpa didahului dokumentasi kondisi awal membuat sulit untuk menilai kondisi jalan dan faktor-faktor lain yang mungkin berkontribusi pada kecelakaan. 

BACA JUGA:Masinis KA Jenggala Jalani Operasi Tulang Dada Akibat Tabrakan dengan Truk di Gresik

"Bagaimana kita bisa menilai waktu itu? Dan bagaimana dia bisa kencang apa enggak untuk melewati rel ini?," tanya hakim. Penutupan yang dilakukan setelah nyawa melayang ini dianggap sebagai bukti kelalaian yang fatal.

Saksi dari KAI juga menanggapi pertanyaan tentang risiko hukum jika perlintasan resmi tidak dijaga. Menurutnya, PT KAI tidak menghadapi risiko hukum pidana, melainkan kerugian perdata. 

Akibat kecelakaan ini, KACL Jenggala mengalami kerusakan pada bagian depan dan kabin masinis dengan estimasi kerugian mencapai Rp 1,2 miliar. Kerugian ini dihitung oleh tim internal KAI.

Sumber:

Berita Terkait