SURABAYA, MEMORANDUM - Mulai awal tahun ini, Pemkot Surabaya memberlakukan Perda nomor 7 tahun 2023 tentang Retribusi Daerah dan Pajak Daerah.
Dalam aturan tersebut, Pemkot Surabaya menaikkan besaran biaya retribusi layanan kesehatan, pariwisata, pajak dan sebagainya.
BACA JUGA:Pemkot Naikkan Tarif Retribusi Layanan Kesehatan, Pakar: Semestinya Sektor Lain Saja
Aturan baru tersebut memicu pro-kontra di masyarakat. Ada yang mendukung, ada pula yang tak setuju karena semakin menjadi beban masyarakat.
Moch Widodo, warga Asemrowo, Surabaya, menelaah soal kenaikkan retribusi pelayanan puskesmas naik mungkin saat ini belum dirasakan dampaknya.
Terlepas dari statusnya sebagai fasilitas kesehatan (faskes) tingkat pertama di level terendah, pihaknya hanya berharap pelayanan kepada masyarakat perlu ditingkatkan.
"Salah satunya yang perlu ditingkatkan adalah keramahan kepada pasien. Lalu berlakunya pelayanan 24 jam ini apa benar-benar dilaksanakan di semua puskesmas," kata Widodo.
BACA JUGA:Pansus Raperda Retribusi Daerah dan Pajak DPRD Surabaya Hapus Retribusi Pemakaman
Menurutnya karena kesehatan ini penting sama halnya di bidang pendidikan. Jika nanti dengan perjalanannya kenaikan retribusi itu berdampak bagi masyakat dengan keluh kesahnya. Pihaknya berharap perlu ada evaluasi.
"Ya kami berharap ada evaluasi ditingkat pemerintahan. Ini masalahnya kenaikannya bersamaan. Kebutuhan hidup juga naik," jelasnya.
BACA JUGA:11 Pasar Tradisonal Belum Miliki Perda Retribusi Disoal DPRD Surabaya
Karena masih baru berjalan, Widodo berharap semua masyarakat turut mengawasi terhadap dampak yang akan dirasakan oleh masyarakat karena kenaikan tarif retribusi ini, juga apakah peningkatan pelayanan kesehatan juga terdongkrak atau tidak.
"Tapi kita jalani aja dulu. Sambil melihat dampaknya ke masyarakat, " tandanya.
Yang terpenting kenaikan tersebut harus diimbangi dengan peningkatan pelayanan terhadap masyarakat.