SURABAYA, MEMORANDUM - Kenaikan sejumlah retribusi di Surabaya pada awal 2024 ini menuai sorotan banyak pihak.
Pakar kebijakan publik dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Moch Mubarok Muharam mengatakan, jangan sampai kebijakan itu nantinya membuat masyarakat merasa dirugikan dan terbebani ketimbang kebijakan yang berlaku sebelumnya.
"Apabila pemkot membuat kebijakan tersebut dengan tujuan meningkatkan PAD (pendapatan asli daerah), nah apakah jika naik PAD dampaknya dapat membuat masyarakat semakin sejahtera? Takutnya PAD naik akibat retribusi naik, namun kesejahteraan masyarakat tidak berubah," kata Mubarok, Minggu, 7 Januari 2024.
BACA JUGA:Pansus Raperda Retribusi Daerah dan Pajak DPRD Surabaya Hapus Retribusi Pemakaman
Seperti diketahui, Perda 7/2023 tentang Retribusi Daerah dan Pajak Daerah mulai berlaku awal tahun 2024 ini. Dalam aturan tersebut, Pemkot Surabaya menaikkan besaran biaya retribusi layanan kesehatan, pariwisata, pajak, parkir, dan sebagainya.
Misalnya di sektor pelayanan fasilitas kesehatan (faskes), biaya pemeriksaan dan pengobatan dasar di puskesmas alami kenaikan. Semula tarif yang dikenakan sebesar Rp 5 ribu untuk mendapat surat keterangan sehat, kini naik menjadi Rp 20 ribu.
BACA JUGA:11 Pasar Tradisonal Belum Miliki Perda Retribusi Disoal DPRD Surabaya
Menurut Mubarok, sektor mendasar seperti kesehatan semestinya mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Tidak perlu menaikkan tarif layanan di sektor krusial ini.
"Seandainya ada keinginan itu untuk menaikkan PAD, maka seharusnya pemkot menggenjot sektor lain yang tidak membebani masyarakat. Jangan sampai sektor yang digenjot itu justru membebani masyarakat," tandasnya.
Di sisi lain, Mubarok berharap ada peningkatan layanan ketika terjadi kenaikan retribusi. Terutama di sektor krusial seperti kesehatan dan pendidikan.
"Saya pikir semestinya sektor-sektor lain saja yang dinaikkan. Namun ketika terjadi kenaikkan retribusi, maka harus diimbangi dengan peningkatan layanan. Terutama layanan kesehatan dan pendidikan itu harus berjalan optimal," pungkas Mubarok. (*)