PALEMBANG, MEMORANDUM - Mahkamah Konstitusi (MK) terus menjadi sorotan setelah mengabulkan gugatan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden.
Putusan yang membuat anak sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, bisa maju jadi cawapres itu dinilai kontroversial. Sebab Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman merupakan paman dari Gibran.
BACA JUGA:Mahkamah Konstitusi: Sistem Pemilu Tetap Proporsional Terbuka
BACA JUGA:Demokrat Jatim Rangkul 8 Fraksi Kawal Kepentingan Buruh via Mahkamah Konstitusi
Sejumlah pengamat, praktisi, aktivis, tokoh masyarakat, hingga budayawan pun menyuarakan kritik mereka terhadap putusan MK tersebut. Mereka menduga, putusan MK terkait batas usia capres dan bacawapres syarat akan konflik kepentingan.
Kritik dan ungkapan kekecewaan pun juga disampaikan pengamat politik dari Forum Demokrasi Sriwijaya (ForDes) Bagindo Togar.
BACA JUGA:Tim Pakar Visi Integritas: Putusan MK Tarik Mundur Demokrasi, Hanya Jadi Ajang Politisi Karbitan
BACA JUGA:Wakil Ketua MPR: Putusan MK yang Dibacakan Anwar Usman Bertentangan dengan Sikap Enam Hakim MK
Pengamat politik yang banyak dikenal di Sumatra Selatan ini mengatakan kepercayaannya terhadap MK telah berkurang.
“Sudah jelas, saat ini MK menjadi alat poltitik kekuasaan. Jadi itu sekarang MK itu bukan Mahkamah Kekuasaan, tetapi Mahkamah Kaleng-kaleng dan Mahkamah Konspirasi. Kok mau hakim-hakim ini jadi alat politik kekuasaan, kalau bisa di- Impeachment, semua hakim MK itu, 4 orang itu harus dikenakan sanksi dan diberhentikan dari MK,” kata Bagindo, Jumat, 11 November 2023.
BACA JUGA:Mahfud MD: Jangan Intervensi MK Soal Putusan Batas Usia Capres-Cawapres
BACA JUGA:Pengacara Aliansi 98 Hadiri Sidang Gugatan MK Terkait Syarat dan Batas Usia Capres dan Cawapres
Ia mengatakan, MK yang seharusnya menjadi lembaga penjaga konstitusi kini mulai diragukan ketika mengeluarkan putusan uji materi terhadap batas usia capres dan cawapres.
Dia khawatir, MK yang sudah tidak kredibel lagi ini akan dimanfaatkan lagi sebagai alat politik kekuasaan jika nanti terjadi sengketa dalam pilpres 2024.
“Bagaimana kalau nanti ada sengketa pemilu. Sudah nggak kredibel lagi mereka, kalau ada sengketa pemilu. Bagimana kita bisa percaya, mereka telah mengorbankan etik yang seharusnya mereka junjung tinggi,” katanya.