Kasus Administrasi Surat Dakwaan di Mahkamah Konstitusi: Tim SIBAKUM Ungkap Ketidakpastian Hukum

Kasus Administrasi Surat Dakwaan di Mahkamah Konstitusi: Tim SIBAKUM Ungkap Ketidakpastian Hukum

Tim Yayasan Advokasi Bantuan Hukum (SIBAKUM) yang diketuai Singgih Tomi Gumilang di Mahkamah Agung.-Istimewa-

JAKARTA, MEMORANDUM.CO.ID - Sidang pendahuluan perkara nomor 170/PUU-XXII/2024 berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia dengan agenda pengujian materiil Pasal 143 ayat (2) KUHAP terhadap Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

BACA JUGA:Eksepsi Tidak Diterima, Terdakwa Penyalahguna Ganja bagi Diri Sendiri Ajukan Uji Materiil ke MK

Permohonan ini diajukan I Gusti Ngurah Agung Krisna Adi Putra dengan dukungan Yayasan Advokasi Bantuan Hukum (SIBAKUM) yang diketuai oleh Singgih Tomi Gumilang. Gugatan ini menyoroti permasalahan administratif dalam surat dakwaan yang dinilai bertentangan dengan asas kepastian hukum.

Pemohon, yang menjadi terdakwa dalam kasus penyalahgunaan narkotika golongan I jenis ganja untuk konsumsi pribadi, mengungkapkan bahwa surat dakwaan dari Kejaksaan Negeri Negara, Jembrana tidak memenuhi syarat formal sesuai KUHAP.

Surat dakwaan tersebut dilaporkan tidak bertanggal dan tidak ditandatangani, sehingga menimbulkan multitafsir yang berpotensi merugikan hak konstitusional Pemohon sebagaimana dijamin oleh Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

BACA JUGA:Koalisi CBD et al. Indonesia Ajukan Policy Brief Reklasifikasi CBD kepada DPR dan Pemerintah

“Ketidakcermatan administrasi oleh jaksa penuntut umum menyebabkan kerugian nyata bagi klien kami,” ujar Singgih Tomi Gumilang, Ketua SIBAKUM.

Permohonan ini bertujuan tidak hanya untuk membela kasus Pemohon, tetapi juga untuk memperbaiki sistem hukum acara pidana agar lebih sesuai dengan standar konstitusional.

Sidang perdana dipimpin Ketua Majelis Hakim Arsul Sani dengan anggota majelis Prof Enny Nurbaningsih dan Prof M Guntur Hamzah. Majelis Hakim memberikan sejumlah saran untuk memperkuat dokumen permohonan, termasuk menunjukkan hubungan sebab-akibat antara kerugian konstitusional Pemohon dan norma yang diuji.

Rudhy Wedhasmara, salah satu kuasa hukum, menyatakan timnya siap melakukan revisi dokumen sesuai arahan majelis hakim.

“Kami optimistis permohonan ini akan membawa dampak positif bagi penguatan sistem hukum acara pidana di Indonesia,” tambahnya.

Sidang lanjutan akan digelar setelah proses revisi dokumen selesai. Tim SIBAKUM berharap MK dapat mengabulkan permohonan ini, menciptakan standar hukum acara pidana yang lebih jelas dan menghormati hak konstitusional warga negara. (*/iku)

Sumber: