Dewan Soroti RSUD Malang yang Abaikan Gaji Karyawan PTT

Senin 30-08-2021,08:41 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Malang, Memorandum.co.id - Amburadulnya administrasi yang dilakukan oleh Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Lawang, sangat disesalkan oleh anggota DPRD Kabupaten Malang. Pasalnya, perencanaan yang telah dibuat pada tahun yang lalu tidak sepenuhnya bisa dijalankan. Yang menjadi perhatian adalah penggajian karyawan PTT pada enam bulan kedepan mulai Juli - Desember. Anggota DPRD Kabupaten Malang Zia Ul Haq menyampaikan program yang sudah direncanakan harusnya dilaksanakan. “Sebenarnya tidak elok, bisa lakukan pembangunan dan perawatan sementara gaji diabaikan,” terangnya. Apalagi RSUD Lawang sudah menggunakan Siatem Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), secara otomatis sudah bisa melakukan pengelolaan atau managemen keuangan dengan baik. Justru ini kebalikannya, perencanaan yang telah dibuat sendiri, justru tidak bisa dilakukan sepenuhnya. Apabila dicermati, pihak RSUD lebih mengutamakan pemanfaat anggaran yang sifatnya tidak utama, seperti untuk melakukan pembangunan ruangan perawatan gedung. Padahal kegiatan itu sifatnya bisa ditunda, sementara yang lebih utama adalah untuk penganggaran gaji karyawannya. “Pihak RSUD Lawang mengajukan dana talangan, untuk gaji karyawannya selama 6 bulan,” kata Zia. Pengajuan itu dilakukan dengan alasan, lanjut Zia, bahwa klaim pencairan perawatan Covid-19 belum juga cair. Jika hal ini terus berkepanjangan bukan tidak mungkin akan tutup karena sudah tidak ada anggaran untuk menjalankan program. Oleh karena itu, pihak RSUD Lawang mengajukan dana talangan sebesar Rp 2,5 M, yang dipakai untuk menutupi kebutuhan gaji karyawannya selama 6 bulan. “Mereka mengajukan dicairkan dua kali dari PAK dan dana refocusing tahap 3,” imbuhnya. Sementara itu, Direktur RSUD Lawang Desy Deliyanty menjelaskan pengajuan dana talangan yang saat rapat Banggar di DPRD lalu sebagai upaya menutupi kebutuhan gaji karyawan PTT selama 6 bulan mulai bulan Juli hingga Desember 2021. “Jika tidak kami lakukan maka 6 bulan kedepan mereka tidak akan dapat gaji,” jelas Desy. Piutang RSUD ke Kementrian Kesehatan sudah diajukan untuk pencairan tapi hingga sekarang belum ada kejelasan. Juga hutang pada supplier obat sejak bulan Juli tahun lalu sudah mencapai Rp 17 M. Dan kini, pihak RSUD untuk menyelesaikan hutang dan dana talangan, berharap pada pencairan BPJS dan dana penanganan pasien Covid-19 dari Kementrian Kesehatan. Mantan Sekretaris Dinkes itu menjelaskan jika piutang yang ada di Kementrian Kesehatan tidak juga kunjung cair sehingga bukan tidak mungkin RSUD bakal tidak bisa menjalankan programnya. Ini karena hutang pada supplier obat sudah semakin menumpuk, sementara pemasukkan dari penanganan pasien umum hanya sebesar Rp 200 juta setiap bulannya. “Jika dibandingkan sebelum ada pandemi Covid-19 mengalami penurunan 80%,” tutur Desy. (kid/ari/gus)

Tags :
Kategori :

Terkait