Surabaya, memorandum.co.id - Jelang vaksinisasi serentak di Indonesia pada 14 Januari, Pemkot Surabaya mengajukan kepada Pemprov Jatim sebanyak 1,9 juta vaksin untuk warga Surabaya. Permintaan itu akan disampaikan kepada Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa ketika rapar koordinasi (rakor).
Dikatakan Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Surabaya Whisnu Sakti Buana, bahwa total di Surabaya termasuk tenaga kesehatan (nakes) berdasarkan by name by address.
“Jadi tidak usah khawatir warga Surabaya memang harus mendapatkan vaksin. Karena syarat mendapatkan vaksin itu usia di atas 18 tahun dan sudah kita data semua dan kita laporkan. Maka itu kami butuh sekitar 3,8 juta vaksin, harus dua kali kan,” ujar WS, sapaan Whisnu Sakti Buana, Jumat (8/1).
Dikatakan WS, bahwa Surabaya diharapkan bisa menjadi pilot project dalam penanganan penyebaran Covid-19 ini. Seperti yang diketahui bahwa dari yang semula dikatakan zona paling hitam di Indonesia, secara berangsur turun dan berada di zona oranye dan menuju ke kuning.
“Perkembangan terakhir juga tingkat kematian di Surabaya juga semakin kecil. Dan angka kesembuhan semakin tinggi lagi dibandingkan positif yang baru,” ujarnya.
Lanjutnya, diharapkan penanganan Covid-19 di Surabaya bisa menjadi percontohan di tempat-tempat lain. “Jangan sampai di tempat lain ini sudah banyak yang menjadi zona merah bisa segera mengatasi dengan treatment yang bisa dicontoh dari Surabaya,” tegas WS.
Tambah WS, bahwa untuk gelombang pertama dalam taraf enam bulan ini, menang ada 1,6 juta vaksin nantinya. “Saya akan mengusulkan dilakukan vaksinasi lebih masif di Surabaya. Kalau itu memang berahasil, berarti treatment kita dengan program vaksin ini akan sama-sama beriringan untuk menekan penyebaran Covid-19,” tambahnya.
Disinggung berarti Surabaya minta diprioritaskan, WS membenarkannya. “Iya kita berharap minta diprioritskan, karena penanganan yang sebelumnya kita sudah bagus dibandingkan yang lain. Kalau bisa dengan vaksin ini efektif atau tidak, Surabaya menjadi pilot project untuk dimasifkan lebih dulu. Dan itu bisa dilihat, maka akan bisa menjadi percontohan,” pungkas WS.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi D DPRD Surabaya Ajeng Wira Wati mengatakan, bahwa ini memang niat baik dari pemerintah pusat untuk vaksin seluruh penduduk Indonesia. Dan untuk Surabaya, yang perlu dipersiapkan data karena memang masing-masing vaksin berbeda penggunaannya.
“Sama seperti Sinovac memang masih belum dinyakan lulus BPOM, di situ ada kriteria SK Dirjen Pengendalian Penyakit salah satunya. Tidak boleh untuk komorbid, ibu menyusui, ibu hamil bagian lain yang perlu perlu dihitung dalam artian. Kami punya data 1,9 juta vaksin tidak bisa dipastikan kapan-kapannya baik itu nanti nakes priortas utama vaksin ini, dilihat dulu,” ujar politisi Partai Gerindra ini.
Lanjut Ajeng, pemerintah harus mengetahui berapa nakes yang komorbid, ibu hamil dan aktif dan akan hamil dalam hal mereka akan hamil tetapi tidak ad risiko lebih lanjut dan tdk ada risiko kepada nakes.
“Kita masih mempelajari vaksin, dampaknya seperti apa. Mungkin dihitung dari usia produktif di bawah 59 tahun,” jelasnya.
Tambahnya, tapi untuk dipastikan kembali kesiapan dari pelayanan kesehatan seperti apa. "Karena ini kita sudah mempelajari vaksin itu tidak harus sekali, mungkin ada dampak atau kasus tersendiri, pemerinath tugasnya memastikan pelayanan penanganan kesehatan prima selama Covid-19. kalau tidak salah 11 ribu vaksin untuk Surabaya, dan banyak di RSUD dr Soetono sebagai pusat di Jatim,” pungkas Ajeng. (fer/udi)